Menelaah Status PERADI Sebagai Organisasi Advokat Pasca Putusan MA
Kolom

Menelaah Status PERADI Sebagai Organisasi Advokat Pasca Putusan MA

Putusan Mahkamah Agung Nomor 3085 K/Pdt.G/2021 dengan tanggal 4 November 2021 tersebut selain merupakan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, juga bertanggal terkini jika dibandingkan dengan kelima putusan sebelumnya.

Bacaan 5 Menit

Dengan demikian, Putusan Nomor 203/ PDT/2020/ PT. DKI Jakarta, yang diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3085 K/Pdt.G/2021, menjadi dasar hukum sebagai judge made law bahwa Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan selaku Ketua Umum dan Thomas E. Tampubolon selaku Sekretaris Jenderal DPN PERADI, sebagai Peradi yang memiliki legalitas.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 3085 K/Pdt.G/2021 dengan tanggal 4 November 2021 tersebut selain merupakan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, akan tetapi juga bertanggal terkini jika dibandingkan dengan kelima putusan sebelumnya. Hal demikian menegaskan legalitas kubu Peradi pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan dan Thomas E. Tampubolon tersebut.

Adapun mengenai bagaimana keberlakuan putusan hakim yang ada (Putusan Mahkamah Agung Nomor 3085 K/Pdt.G/2021) dan telah berkekuatan hukum tetap terhadap seluruh pihak yang berkepentingan sama terhadap Peradi sebagai organisasi advokat? Hal demikian dapat dijawab dengan memahami kajian teoritis mengenai putusan hakim sebagai hukum. Sebagai sebuah produk hukum oleh hakim, bahkan pada tingkatan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung, maka harus dipahami menurut doktrin (teoritis) yang dipedomani secara keilmuan hukum.

Dapat dijelaskan bahwa dalam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terdapat tiga macam kekuatan untuk dapat dilaksanakan, yaitu:

  1. Kekuatan Mengikat. Suatu putusan pengadilan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Apabila pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan sengketa di antara mereka secara damai, dan kemudian menyerahkan dan mempercayakan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa dan diadili, maka hal ini mengandung arti bahwa pihak-pihak yang bersengketa akan tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan, sehingga putusan itu mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang bersengketa.
  1. Kekuatan Pembuktian. Dituangkannya putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta autentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan upaya hukum. Karena meskipun putusan hakim atau putusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga, namun mempunyai kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga.
  1. Kekuatan Executoriaal. Kekuatan executoriaal dalam putusan hakim atau putusan pengadilan adalah kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa oleh alat-alat negara terhadap pihak-pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela. Sebenarnya yang memberi kekuatan executoriaal kepada putusan hakim atau putusan pengadilan adalah kata-kata, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang ada pada setiap putusan. Pada konteks demikian harus diingat bahwa tidak semua putusan dapat dilaksanakan secara paksa oleh pengadilan. Hanya putusan condemnatoir sajalah yang dapat dilaksanakan secara paksa oleh pengadilan, sementara putusan declatoir dan constitutif tidaklah memerlukan sarana-sarana memaksa untuk dapat melaksanakannya.
Tags:

Berita Terkait