Menelisik Pengaturan Hak Pemberi Kerja dalam RUU PPRT
Terbaru

Menelisik Pengaturan Hak Pemberi Kerja dalam RUU PPRT

Kekhawatiran pemberi kerja terjawab denganpengaturan perjanjian atau kontrak kerja secara tertulis antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Perwakilan Komunitas Pemberi Kerja, Damairia Pakpahan dalam diskusi bertema ‘Mengapa RUU PPRT Tak Kunjung Menjadi UU?’, Rabu (15/02/2023). Foto: Ady
Perwakilan Komunitas Pemberi Kerja, Damairia Pakpahan dalam diskusi bertema ‘Mengapa RUU PPRT Tak Kunjung Menjadi UU?’, Rabu (15/02/2023). Foto: Ady

Proses advokasi yang dilakukan organisasi masyarakat sipil untuk mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) agar dibahas hingga disahkan menjadi UU tak pernah padam sepanjang belasan tahun. Berulang kali RUU PPRT masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tapi tak kunjung rampung. Dukungan Presiden Joko Widodo seperti tak mempan. Buktinya sampai saat ini pimpinan DPR belum menetapkan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR.

Perwakilan Komunitas Pemberi Kerja Damairia Pakpahan, mengatakan kekhawatiran sejumlah kalangan terhadap substansi RUU PPRT tidak perlu terjadi. RUU PPRT berisi ketentuan yang substansinya mengatur antara lain hak dan kewajiban para pihak. Misalnya hak pemberi kerja adalah mendapat informasi yang jelas dan benar soal PRT.

“Ini penting sebagaimana pengalaman kami dalam mempekerjakan PRT,” katanya dalam diskusi bertema ‘Mengapa RUU PPRT Tak Kunjung Menjadi UU?’, Rabu (15/02/2023) kemarin.

Baca juga:

Pandangan Damairia Pakpahan sebagai dukungan terhadap RUU PPRT. Baginya, pemberi kerja perlu melihat dokumen identitas pekerja rumah tangga. Sementara dokumen tersebut harus disimpan sendiri oleh pekerja rumah tangga yang bersangkutan. Kemudian penting mengetahui keterampilan yang dimiliki pekerja rumah tangga, memberikan izin untuk tidak bekerja bagi pekerja yang berhalangan.

Sebagai pemberi kerja, Damairia berharap agar diatur tentang perjanjian atau kontrak kerja. Selama ini tidak mudah untuk menyusun perjanjian kerja tersebut karena belum ada aturannya. Padahal perjanjian itu penting untuk melindungi masing-masing pihak. “Kita harus mematuhi semua isi yang tertuang dalam perjanjian kerja. Memenuhi semua hak PRT seperti upah dan istirahat,” ujarnya.

Damairia menyambut baik ketentuan dalam RUU PRT karena bukan menggunakan pendekatan industrial sebagaimana pekerja di sektor formal tapi mengusung prinsip gotong royong. Masih memperhatikan budaya di Indonesia serta mendorong PRT mendapat pelatihan sehingga bisa menjalankan pekerjaannya secara profesional.

Tags:

Berita Terkait