Menelisik Wacana Hukuman Mati Koruptor, Mengobati Frustasi Negeri
Kolom

Menelisik Wacana Hukuman Mati Koruptor, Mengobati Frustasi Negeri

​​​​​​​Belum ada bukti hukuman mati mampu memecahkan persoalan korupsi.

Bacaan 8 Menit

Masalah penegakan hukum dimulai dari perangkat hukum yang memadai. Perangkat hukum ini punya fungsi pencegahan dan penindakan. Kejahatan terus berkembang dan kita perlu perangkat hukum yang berkesuaian atau mampu mengakomodasi penegakan hukum karena jenis kejahatan dan modus operandi kejahatan yang semakin canggih. Misalnya, kita belum bisa menerapkan strategi follow the money dan/atau pengembalian kerugian negara dengan maksimal dari tindak kejahatan karena tidak ada perangkat aturan untuk perampasan aset. Contoh lain, kita juga tidak bisa mencegah suap yang nota-bene dengan transaksi tunai karena tidak ada perangkat pembatasan penarikan tunai.

Beberapa aturan yang urgen untuk disahkan guna menunjang penegakan hukum yang optimal seperti Undang-Undang tentang Perampasan Aset (asset recovery), Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Kartal dan Undang-Undang tentang Penyadapan. Kemudian sudah saatnya, diatur kewajiban pembuktian terbalik harta kekayaan pejabat negara melalui pemeriksaan laporan harta kekayaan pejabat negara. Ini harus ada lembaga khusus yang serius mengerjakannya dengan menelisik asal usul harta kekayaan pejabat tersebut.

Selain itu, revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi agar sesuai dengan konvensi internasional melawan korupsi guna menyentuh kejahatan di sektor swasta dan bentuk-bentuk penyalahgunaan atau pelanggaran terkini. Konsep-konsep hukum yang memungkinkan dikembangkan sebagai bentuk taktik mengembalikan kerugian negara tak ada salahnya dicoba, misalnya, uang jaminan, dan seterusnya. Bila dirasa terlalu banyak aturan, maka mungkin ini saat yang tepat untuk mengeluarkan omnibus law pemberantasan korupsi. Semua perangkat hukum pemberantasan korupsi dijadikan satu undang-undang saja.

Lantas, perlu pula pembaharuan dalam konteks justice system karena kelindan mafia hukum dan peradilan. Aparat penegak hukum yang berkolusi atau bersekongkol dalam kejahatan seringkali dianggap perilaku oknum dan berujung penindakan yang tidak serius. Tren vonis ringan hingga penyunatan/diskon hukuman masih disepelekan sebagai masalah otonomi hakim. Namun mengapa itu semua terjadi? Karena kultur pemberantasan kejahatan ini melemah. Begitu banyaknya ruang impunitas dan belum optimalnya usaha negara/pemerintah serta dukungan berbagai elemen masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, baik perangkat hukumnya maupun aparat penegak hukum, serta masyarakat harus berubah.

Tidak Solutif, Negara Wajib Bertanggungjawab

Belum ada bukti hukuman mati mampu memecahkan persoalan korupsi. Negara yang menghukum mati koruptor tidak lebih baik indeks persepsi korupsinya dibandingkan negara-negara Skandinavia yang tidak menerapkan hukuman mati. Keberulangan tuntutan hukuman mati disebabkan karena ketidakmampuan atau keengganan negara memutus tali temali kejahatan korupsi. Kita perlu formula pencegahan dan pemberantasan korupsi bukan wacana politis-populis. Pada akhirnya, hukuman mati harus ditolak tegas karena tak mengobati frustasi kita.

*)Korneles Materay, Peneliti Hukum BHACA.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait