Menerabas Rezim Doktrin Perjanjian via Pemilik Tunggal Perseroan Terbatas 

Menerabas Rezim Doktrin Perjanjian via Pemilik Tunggal Perseroan Terbatas 

UU Cipta Kerja mengakui PT Tunggal. Perseroan terbatas tak hanya badan hukum persekutuan modal, tetapi juga dimungkinkan badan hukum perseorangan.
Menerabas Rezim Doktrin Perjanjian via Pemilik Tunggal Perseroan Terbatas 

Pasca berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, berlaku pula ketentuan yang melegalkan pembentukan Perseroan Terbatas oleh satu orang atau dikenal dengan sebutan PT Tunggal. Dalam arti lain, PT Tunggal merupakan PT yang 100 persen sahamnya bisa dikuasai oleh satu orang. Sebelum berlakunya UU Cipta Kerja, Pendirian PT secara tunggal tak bisa dilakukan kendati KUH Perdata memang mengenal adanya Perseroan Perseorangan dalam klasifikasi Perseroan Tertutup, namun ketentuan Pasal 7 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) membatasi bahwa minimal subjek hukum dalam pendirian PT adalah dua orang atau lebih dengan akta notaris dan berbahasa Indonesia.

Rezim pendirian PT ketika itu berporos pada doktrin perjanjian, sehingga tak mungkin suatu perjanjian hanya dilakukan oleh satu orang. Praktiknya, tak heran jika prasyarat minimal dua orang dalam pendirian PT berlaku sebagai aspek formalitas. Artinya, tak jarang kepemilikan PT itu sebetulnya dimiliki oleh satu orang walaupun prasyarat minimal dua orang itu berlaku dalam UUPT. 

Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Nindyo Pramono, memberikan contoh formalitas tersebut. “Sebagai contoh, bisa saja saya ingin mendirikan perusahaan saya sendiri, untuk memenuhi dua orang maka saya bawa sopir saya ke notaris dan saya beri porsi saham 0,1 persen. Tetap saja saya yang punya, saya yang mengurus dan saya yang menguasai,” jelasnya.

Praktik-praktik seperti itu, disebutnya kerap terjadi di lapangan. Penyelundupan hukum (fraud legis) ditempuh hanya untuk memenuhi paham perjanjian dalam pendirian PT. Nyatanya hal itu disebut Nindyo kerap mengundang problem besar. Salah satu kasus yang masuk ke pengadilan melibatkan seorang Dirjen yang dipinjam namanya oleh negara dalam pembentukan PT (BUMN). Setelah Dirjen tersebut meninggal dunia, keluarganya menganggap berhak mewarisi saham atas nama sang Dirjen, hingga akhirnya melayangkan gugatan terhadap BUMN bersangkutan dan pemerintah (negara).

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional