Mengadili Isi Kepala Pegawai KPK
Kolom

Mengadili Isi Kepala Pegawai KPK

Kalau isi pikiran bisa dihukum, niscaya kita semua akan jadi kriminal.

Bacaan 5 Menit

Jangan Wajarkan TWK-KPK

Selain soal penting untuk tidak menghukum orang karena isi pikirannya, penting juga bagi publik untuk tidak mewajarkan TWK-KPK. TWK yang dilaksanakan di KPK ini tidak wajar, dan jangan sampai diwajarkan. Ini bukan soal kepegawaian biasa, melainkan berkaitan langsung dengan konteks besar serangan pelemahan KPK.

Sudah barang tentu, para pendukung pelemahan KPK akan terus berupaya mewajarkan TWK. Upaya normalisasi TWK ini terus digaungkan dengan memelintir seolah TWK merupakan tes yang wajar, bahwa TWK sama saja dengan tes yang dihadapi oleh jutaan CPNS setiap tahun, dan bahwa 75 Pegawai KPK yang tak lolos hanyalah barisan sakit hati yang “playing victim”, dan hanya mempertahankan jabatannya.

TWK di KPK jelas berbeda dengan tes CPNS yang rutin. Hal yang paling membedakan tentunya adalah tentang konteks pelemahan KPK. Terkuaknya daftar pertanyaan yang bermasalah, hingga munculnya nama-nama pegawai KPK yang tak lolos TWK yang justru memegang kunci penanganan kasus besar di KPK, semakin membuka mata publik bahwa TWK di KPK bukan tes biasa dan tidak wajar.

Banyak yang lupa bahwa pegawai KPK yang mengikuti TWK bukanlah calon pegawai di entry level yang baru mau masuk KPK. Sebanyak 1.351 pegawai KPK mengikuti TWK bukan dalam rangka seleksi ulang, tapi untuk beralih status jadi ASN sesuai amanat UU KPK hasil revisi.

Undang-Undang KPK tidak memerintahkan KPK untuk melakukan seleksi ulang pada pegawainya. Pasal 69C UU KPK mengatur bahwa pegawai KPK yang belum berstatus ASN dapat diangkat jadi ASN paling lama dua tahun sejak UU KPK berlaku. Sigap menindaklanjuti, Presiden Jokowi kemudian menetapkan PP No.41/2020 Tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN (PP Pengalihan)

Jika kita baca secara seksama, baik UU KPK maupun PP Pengalihan sama sekali tidak menggambarkan adanya kemungkinan pegawai KPK bisa gagal beralih jadi ASN, apalagi sampai dipecat. Walau UU KPK menggunakan kalimat “dapat diangkat”, namun tampak jelas desainnya adalah agar seluruh pegawai KPK bisa beralih jadi ASN, paling lambat 17 Oktober 2021.

Pergeseran dari “alih status” jadi “seleksi ulang pegawai” baru terjadi saat pimpinan KPK menetapkan Peraturan KPK No.1/2021 Tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN (Perkom). Ditandatangani Firli Bahuri, Perkom ini menyelipkan tambahan asesmen TWK untuk bisa dianggap memenuhi syarat setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah. Tambahan asesmen TWK ini tidak ditemukan di UU KPK maupun PP Pengalihan. Seperti kita saksikan bersama, proses TWK kemudian berjalan penuh kejanggalan. Meski dinamai sebagai asesmen alias penilaian, TWK dijalankan sebagai seleksi yang mengakibatkan pemecatan pegawai KPK.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait