Business Judgement Rule (BJR) di Indonesia familiar diperbincangkan di lingkup perusahaan khususnya direksi. Di dalam putusan-putusan pengadilan jika ada sesuatu perkara yang melibatkan direksi, baik perdata maupun pidana erat kaitannya dengan BJR.
BJR adalah doktrin yang bertujuan untuk melindungi kepentingan direksi dalam keputusan yang dibuatnya berdasarkan iktikad baik dan bertanggung jawab. Di dalam praktiknya, salah satu keputusannya adalah transaksi benturan kepentingan.
Transaksi ini terjadi karena dalam menjalankan usahanya, direksi seringkali melakukan berbagai transaksi dengan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan pribadi atas berlangsungnya sebuah transaksi yang mungkin melibatkan direktur, komisaris atau pemegang saham.
Baca Juga:
- Bolehkah Advokat Merangkap Jabatan? Ini Penjelasan Hukumnya
- Manfaat Magang Bagi Lulusan Ilmu Hukum yang Ingin Menjadi Corporate Lawyer
- Tata Cara Penerapan Hukuman Pasal Berlapis
Posisi direksi penting disorot, lantaran direksi merupakan organ operasional yang berwenang penuh dalam mengambil sebuah keputusan Perseroan Terbatas (PT). Hal ini sejalan dengan penjelasan Rahayu Ningsih Hoed selaku Senior Partner Makarim & Taira S dalam diskusi yang diadakan Hukumonline pada Selasa (28/6).
“Doktrin BJR berangkat dari asumsi bahwa saat direksi mengambil keputusan dengan itikad baik dan jika keputusan tersebut dikemudian hari ternyata ada kesalahan, maka direksi tidak dapat digugat karena keputusannya tersebut berlandaskan itikad yang baik dan demi perusahaan semata,” jelasnya.
Yayuk juga menjabarkan beberapa contoh dari BJR, seperti kasus Pertamina yang pada akhirnya Mahkamah Agung pada tahun 2020 memutuskan terdakwa, Karen Agustiawan yang merupakan perempuan pertama yang menjadi direktur Pertamina tidak bersalah dan bebas dari segala tuntutan.