Hak retensi kerap dikaitkan dengan pemberian kuasa. Berdasarkan Pasal 1812 KUHPerdata, hak retensi adalah penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa.
Hak retensi biasa dimiliki oleh advokat. Hak retensi advokat adalah advokat menerima kuasa dari kliennya memiliki hak retensi akibat dari pemberian kuasa tersebut. Apabila terdapat kewajiban, seperti pembayaran jasa hukum yang belum dipenuhi klien, maka advokat dapat menggunakan hak retensi untuk menahan kepunyaan klien tersebut.
Penahanan tersebut, dapat berupa penahanan dokumen-dokumen perkara kliennya ketika honorariumnya belum dibayarkan oleh klien. Namun, perlu diingat advokat memiliki kode etik yang menyebutkan, hak retensi advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.
Baca Juga:
- Tips Sukses Mahasiswa Ilmu Hukum Pasca Kampus
- Kekuatan Hukum Kontrak Berbahasa Asing dalam Perjanjian
UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, menyatakan advokat mempunyai hak, di antaranya:
1. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
2. Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi peraturan perundang-undang.
3. Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
4. Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5. Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan.
6. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungan dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.
7. Hak retensi advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.
Jadi, hak retensi adalah hak dari penerima kuasa untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang ada padanya sampai pembeir kuasa memenuhi kewajiban yang timbul dari pemberiaan kuasa.
Selain ketentuan yang diatur dalam Pasal 1812 KUHPerdata, ada beberapa ketentuan lain dalam KUHPer yang mengatur mengenai hak retensi, salah satunya diatur dalam Pasal 1728 Pasal Jo. 1729 KUHPerdata.
Ketentuan dalam Pasal 1728 Jo. Pasal 1729 KUHPerdata adalah hak retensi di dalam konteks yang lebih luas. Hak retensi dalam pasal tersebut adalah tidak terbatas dalam konteks pemberian kuasa antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa.
Pasal 1728 KUHPerdata berbunyi, orang yang menitipkan barang diwajibkan mengganti kepada si penerima titipan segala biaya yang telah dikeluarkan guna menyelamatkan barang yang dititipkan, serta mengganti kepadanya segala kerugian yang disebabkan penitipan itu.
Kemudian dalam Pasal 1729 KUHPerdata dijelaskan, si penerima titipan adalah berhak untuk menahan barangnya hingga segala apa yang dibayar kepadanya karena penitipan tersebut, telah di lunasi.
Hak retensi advokat tidak hanya diatur dalam satu pasal di dalam KUHPerdata, namun juga diatur dalam Pasal 1728 Jo. Pasal 1729 KUHPerdata, namun konteks yang diatur berbeda dengan apa yang ada di dalam Pasal 1812 KUHPerdata.
Secara sederhana, hak retensi menurut hukum di Indonesia merupakan hak suatu pihak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menahan benda milik pihak lain, jika perikatan yang diperjanjikan belum terlaksana sepenuhnya.