Mengenal Carl’s Law, Dasar Memperberat Vonis Pelaku Kejahatan
Utama

Mengenal Carl’s Law, Dasar Memperberat Vonis Pelaku Kejahatan

Hukuman terhadap pelaku kejahatan diperberat jika korbannya adalah penyandang disabilitas.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi korban tindaka kejahatan. Ilustrator: HGW
Ilustrasi korban tindaka kejahatan. Ilustrator: HGW

Pasal 193 ayat (1) KUHAP menyatakan jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Masalah yang dihadapi berikutnya adalah menentukan berapa hukuman yang pantas dijatuhkan kepada terdakwa. Ada banyak faktor yang membuat hakim menjatuhkan hukuman berat atau ringan, tergantung fakta persidangan.

Satu hal yang jelas, sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP, alasan-alasan yang memberatkan (aggravating circumstances) dan meringankan (attenuating circumstances) hukuman harus dicantumkan dalam putusan. Jika tidak, dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Dalam doktrin, misalnya dikemukakan Jan Remmelink, menetapkan berat ringannya vonis yang dijatuhkan dilandasi penilaian hakim atas semua situasi dan kondisi yang relevan dari tindak pidana bersangkutan. Remmelink menyebutnya Strafzummessungstatsachen, yakni fakta yang berkaitan dengan penetapan berat ringannya pidana. Misalnya delik yang diperbuat, nilai dari kebendaan hukum yang terkait, cara bagaimana aturan dilanggar, kerusakan lebih lanjut, personalitas pelaku, umur, jenis kelamin, dan kedudukannya dalam masyarakat, mentalitas yang ditunjukkan, rasa penyesalan yang mungkin timbul, dan catatan kriminalitas.

(Baca juga: Hal-Hal yang Menentukan Berat Ringannya Hukuman Terdakwa).

Di Indonesia, ada beberapa hal yang memperberat hukuman. Misalnya, tindak pidana berulang oleh pelaku yang sama (residivis), cara sadis melakukan tindak pidana, pencurian dilakukan pada malam hari, atau korupsi dalam keadaan bencana. Para penyusun RUU KUHP sudah mencantumkan pedoman pemidanaan, sehingga memudahkan hakim menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan. Pasal 55 RUU KUHP menyebutkan bahwa hakim wajib mempertimbangkan (a) kesalahan pembuat tindak pidana; (b) motif dan tujuan melakukan tindak pidana; (c) sikap batin pembuat tindak pidana, (d) tindak pidana yang dilakukan direncanakan atau tidak direncanakan; (e) cara melakukan tindak pidana; (f) sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana; (g) riwayat hidup, keadaan social dan keadaan ekonomi pembuat tindak pidana; (h)  pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana; (i) pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; (j) pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; atau (k) pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.

Hal-hal apa saja yang memperberat atau meringankan pidana yang dijatuhkan hakim tidak sama setiap negara, meskipun ada beberapa yang mungkin sifatnya universal. Dalam konteks ini, salah satu yang menarik untuk disimak adalah hukum yang berlaku di Florida, Amerika Serikat, yang disebut Carl’s Law. Setelah diperjuangkan beberapa anggota Senat, akhirnya Carl’s Law disahkan pada Maret 2016 lalu.

Undang-Undang yang berlaku di negara bagian Florida ini diambil dari nama Carl Starke, pria 36 tahun yang menjadi korban pembunuhan. Carl adalah penderita autis yang tinggal dengan ibunya di kondominium Vista Cove. Pada Agustus 2015, ia menjadi korban akibat tindakan kriminal yang dilakukan dua orang pelaku berusia remaja. Christopher K. O’Neal dan Kevin T. Williams, mengikuti Carl sejak dari pusat perbelanjaan hingga masuk ke kompleks perumahan korban. Korban ditembak tak lama setelah keluar dari mobil di depan tempat tinggalnya.

(Baca juga: Jika Penderita Gangguan Jiwa Menghina Orang Lain).

Kasus ini menarik perhatian publik. Aparat kepolisian St. Augustine berhasil mengungkap kasus ini berkat bantuan CCTV. Perkaranya dibawa ke pengadilan dan pelaku dihukum lebih berat; sedangkan keluarganya membawa masalah ini ke parlemen sebagai pengingat dan penghormatan terhadap korban. Perjuangan keluarga korban membuahkan hasil. Parlemen dan Gubernur Florida menyetujui rancangan Carl’s Law. Dikutip dari sejumlah pemberitaan terkait kasus ini, pada dasarnya, Carl’s Law adalah ‘a law that increase the penalties for crimes whose victims have disabilities’. Atau ‘people who commit crimes against people with disabilities will face stiffer penalties in Florida’. Intinya, hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat kepada pelaku yang melakukan kejahatan terhadap penyandang disabilitas.

Tags:

Berita Terkait