Mengenal Metode “Omnibus Law”
Utama

Mengenal Metode “Omnibus Law”

Teknik penyusunan perundang-undangan menggunakan metode omnibus law dapat mengatasi problem obesitas dan disharmoni regulasi. Tetapi jika menjalankannya tidak semudah yang dibayangkan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 6 Menit

Untuk mengatasi persoalan itulah, Pemerintah memperkenalkan metode omnibus law, yang lebih efektif mengubah dan mencabut banyak rumusan undang-undang sekaligus, dan membuat norma baru dalam satu undang-undang. Metode ini dipilih untuk mempermudah perizinan yang selama ini dianggap menghambat investasi. (Baca juga: Plus Minus Metode Penyusunan Omnibus Law di Mata Akademisi)

Dengan mengambil contoh perundang-undangan di bidang pendidikan, Krutz menyatakan bahwa omnibus law dipakai sebagai salah satu taktik untuk mempengaruhi para pemangku kepentingan. “In terms of tactics, the omnibus bill is regarded as the administration’s formula for giving the influential education interest groups a common stake in a combination bill to prevent the kind of falling out among the friends of federal aid for education which made enemies unnecessary in the last session of Congress”.

Menurut Ahmad Redi (Omnibus Law: Gagasan Pengaturan untuk Kemakmuran Rakyat, 2020), tujuan dan manfaat omnibus law adalah: a. untuk mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara cepat, efektif dan efisien; b. untuk mkenyeragamkan kebijakan pemerintah  baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah untuk menunjang iklim investasi; c. untuk menjadikan pengurusan perizinan lebih terpadu, efisien dan efektif; d. agar mampu memutus mata rantai birokrasi yang berlama-lama; e. agar meningkatkan hubungan koordinatif antarinstansi terkait karena telah diatur dalam kebijakan omnibus regulation yang terpadu; dan f. agar ada jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan.

Kelemahan

Di Indonesia, sejumlah akademisi dan praktisi hukum melayangkan kritik terhadap penggunaan omnibus law. Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan sekaligus mantan hakim konstitusi, Maria Farida Indrati, termasuk yang mempertanyakan metode omnibus law, dan meminta agar penggunaannya dalam RUU Cipta Kerja tidak terburu-buru. (Baca juga: Kekhawatiran Maria Farida Terkait Omnibus Law)

Adam M. Dodek dalam tulisannya ‘Omnibus Bill: Constitutional Constraints and Legislative Liberations, Ottawa Law Review (2017) mencatat tiga keberatan metode omnibus law. Pertama, membuat parlemen tidak berdaya  dan sulit meminta pertanggungjawaban pemerintah. Kedua, sulit bagi anggota parlemen untuk melakukan penelitian yang seimbang dengan penelitian yang dilakukan pemerintah. Ketiga, ada kesan radikal karena mengubah dan mengasikan sekaligus banyak pasal dan banyak undang-undang. Dodek menyebut omnibus law sebagai metode yang abusive.

Patrick Keyzer, saat menyampaikan materi kuliah tamu di Universitas Brawijaya Malang, 29 Januari 2020, menyebutkan lima kelemahan penggunaan omnibus law, yaitu: (i) very difficult to draft; (ii) limited opportunities for debate and scrutiny; (iii) it may make consultation very difficult; (iv) It may be hard to implement; dan (v) it can add to complexity, rather than remove it

Apa yang disampaikan Keyzer itu sejalan dengan apa yang disinggung oleh John Walsh di majalah Science (Congress: Decision To Break Up Comprehensive Education Bill, Act on Parts, Taken in House, 1963). Salah satu problem yang akan dihadapi ketika ingin mendorong omnibus law adalah skeptisisme mengenai apakah omnibus bill benar-benar dapat disahkan.

Tags:

Berita Terkait