Mengenali Beragam Jenis Pidana Tambahan dalam KUHP Baru
Utama

Mengenali Beragam Jenis Pidana Tambahan dalam KUHP Baru

Terdiri dari enam bentuk pidana tambahan mulai pencabutan hak tertentu hingga pemenuhan kewajiban adat setempat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Begitu pula barang milik terpidana atau orang lain yang diperoleh dari tindak pidana, dari keuntungan ekonomi yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari tindak pidana. Bahkan dan/atau yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan.

Ketiga, pengumuman putusan hakim. Bila dalam putusan pengadilan diperintahkan agar putusan diumumkan, maka mesti ditetapkan cara melaksanakan pengumuman dengan biaya yang ditanggung terpidana. Sementara biaya pengumuman bila tidak dibayar terpidana, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.

Dalam Penjelasan KUHP baru disebutkan, Pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim dimaksudkan agar masyarakat mengetahui perbuatan apa dan pidana yang bagaimana yang dijatuhkan kepada terpidana. Pidana tambahan ini dimaksudkan untuk memberi pelindungan kepada masyarakat”.

Keempat, pembayaran ganti rugi. Dalam putusan pengadilan dapat ditetapkkan kewajiban terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada korban atau ahli waris sebagai pidana tambahan. Pencantuman pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi menunjukan adanya pengertian atas penderitaan korban suatu tindak pidana. Karenanya, ganti rugi harus dibayarkan kepada korban atau ahli waris korban. Karena itu, hakim menentukan siapa korban yang perlu mendapat ganti rugi.

Sementara bila terpidana tidak membayar ganti rugi yang ditetapkan hakim dalam putusan, maka dikenakan ketentuan pidana pengganti berupa pidana denda. Sepanjang kewajiban pembayaran ganti rugi ternyata tidak dilaksanakan terpidana, maka diberlakukan ketentuan tentang pelaksanan pidana denda sebagaimana diatur dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 KUHP baru secara mutantis mutandis.

Kelima, pencabutan izin tertentu. Pencabutan izin diberlakukan terhadap pelaku dan pembantu tindak pidana yang melakukan tindak pidana berkaitan dengan izin yang dimiliki. Pencabutan izin dengan mempertimbangkan keadaan yang menyertai tindak pidana yang dilakukan. Kemudian keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu tindak pidana, dan keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan.

Ketika seorang terdakwa diganjar pidana penjara, tutupan atau pidana pengawasan dalam waktu tertentu, pencabutan izin dilakukan paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan. Sementara dalam hal dijatuhi pidana denda, pencabutan izin mulai berlaku sejak tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Keenam, pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat (living law). Jenis pidana tambahan ini diutamakan bila tindak pidana dilakukan memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (2). Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, “Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa”.

Tapi, bila kewajiban adat tersebut tidak dipenuhi, pemenuhan kewajiban adat (dapat) diganti dengan ganti rugi yang nilanya setara dengan pidana denda kategori II. Sementara bila ganti rugi pun tidak dipenuhi, maka ganti rugi diganti dengan pidana pengawasan atau pidana kerja sosial.

Tags:

Berita Terkait