Mengenali Istilah Extra Judicial Killing dalam Perspektif HAM
Berita

Mengenali Istilah Extra Judicial Killing dalam Perspektif HAM

Koalisi menilai kuat dugaan tindakan penembakan aparat kepolisian terhadap 6 anggota FPI adalah extra judicial killing. Tindakan pembunuhan di luar proses hukum ini dianggap melanggar HAM karena memutus hak seseorang untuk mendapat proses hukum secara adil.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

Selama ini hampir tak ada penegakan hukum sungguh-sungguh terhadap tindakan extra judicial killing yang diduga kuat dilakukan oleh aparat. Akibatnya kasus-kasus serupa terus berulang. Menurut catatan Koalisi, sepanjang tahun 2017, untuk tindak pidana tertentu, berdasarkan pemantauan media dalam jaringan (media daring) yang dilakukan LBH Masyarakat, praktik extra judicial killing telah membunuh 99 orang yang baru diduga sebagai pelaku tindak pidana narkotika. 

Selain itu, saat Operasi Kewilayahan Mandiri jelang perhelatan Asian Games 2018 sejak 3 Juli hingga 12 Juli 2018, Polda Metro Jaya telah melakukan penembakan terhadap 52 penjahat dan 11 diantaranya tewas. Catatan YLBHI, ditemukan sedikitnya 67 orang meninggal sebagai korban tindakan extra judicial killing pada tahun 2019. Berkaca kasus tahun 2019, mayoritas pelaku adalah aparat kepolisian yaitu 98,5% atau 66 kasus dan sisanya (1 kasus) terindikasi dari militer.  

Meski begitu, kata Arif, anggota kepolisian juga harus dilindungi dalam kondisi yang membahayakan jiwanya atau masyarakat. Artinya, penggunaan dengan senjata api oleh kepolisian sebagai upaya terakhir yang sifatnya melumpuhkan dan hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika ia tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut.

Atau ketika anggota Polri tersebut sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat. Proses ini diatur rinci dalam Peraturan Kapolri (Perkapolri) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kata lain, upaya penembakan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan memang diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Perkap 1/2009 secara tegas dan rinci telah menjabarkan dalam situasi seperti apa upaya penembakan dapat dilakukan dan prinsip-prinsip dasar apa saja yang harus selalu dipegang teguh oleh aparat kepolisian dalam melakukan penembakan tersebut.

“Sesuai Pasal 5 ayat (1) Perkap 1/2009, sebelum memutuskan melakukan penembakan dengan senjata api, aparat wajib mengupayakan terlebih dahulu tindakan seperti perintah lisan, penggunaan senjata tumpul, senjata kimia, seperti gas air mata atau semprotan cabe.”

Tags:

Berita Terkait