Mengintip Kewajiban Kontraktor dalam Permen ESDM Kontrak Bagi Hasil Gross Split
Berita

Mengintip Kewajiban Kontraktor dalam Permen ESDM Kontrak Bagi Hasil Gross Split

Ada tiga syarat wajib yang tercantum dalam kontrak bagi hasil gross split.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perusahaan migas. Foto: SGP
Ilustrasi perusahaan migas. Foto: SGP
Pada 13 Januari 2017, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menandatangani Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 (Permen ESDM 8/2017) tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Peraturan ini diundangkan oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen PP Kemenkumham), Widodo Ekatjahjana tiga hari kemudian, tepatnya 16 Januari 2017.

Dalam Permen ESDM 8/2017 disebutkan, kontrak bagi hasil gross split adalah suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Setidaknya, ada tiga syarat yang wajib ada dalam kontrak bagi hasil gross split.

Pertama, kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai pada titik penyerahan. Kedua, pengendalian manajemen operasi berada pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Ketiga, modal dan risiko seluruhnya ditanggung kontraktor.

Permen ESDM 8/2017 ini juga memuat sejumlah kewajiban kontraktor yang melaksanakan kontrak bagi hasil gross split. Pertama, kontraktor wajib memenuhi kebutuhan minyak bumi dan atau gas bumi untuk keperluan dalam negeri. Kedua, kewajiban kontraktor memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan dengan menyerahkan 25 persen dari hasil produksi minyak/gas bumi bagian kontraktor.

“Kontraktor mendapatkan pembayaran atas pemenuhan kewajiban memenuhi kebutuhan minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar harga minyak mentah dunia,” bunyi Pasal 17 ayat (3) Permen ESDM 8/2017. (Baca Juga: Pemerintah Ubah Divestasi Saham Perusahaan Tambang)

Kewajiban lainnya yang patut dipenuhi kontraktor antara lain, mengutamakan penggunaan tenaga kerja warga negara Indonesia, pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri. Pengadaan atas barang dan jasa itu dilakukan oleh kontraktor secara mandiri.

Selain itu, pada Pasal 19 Permen ESDM disebutkan bahwa, data yang diperoleh kontraktor dari pelaksanaan bagi hasil gross split merupakan data milik negara. Ketentuan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan data tersebut dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan kontrak bagi hasil gross split ini menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif. Besaran bagi hasil awal (base split) tersebut antara lain, untuk minyak bumi sebesar 57 persen bagian negara dan 43 persen bagian kontraktor. Untuk gas bumi sebesar 52 persen bagian negara dan 48 persen bagian kontraktor.

“Bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan bagi hasil pada saat persetujuan rencana pengembangan lapangan,” bunyi Pasal 5 ayat (2) Permen ESDM 8/2017. (Baca Juga: PP Minerba dan Aturan Pelaksananya Dinilai Melanggar UU)

Permen ESDM 8/2017 ini juga mengatur mengenai penerimaan negara dan kontraktor. Penerimaan negara dalam kontrak bagi hasil gross split terdiri atas bagian negara, bonus-bonus dan pajak penghasilan kontraktor. Selain itu, negara juga memperoleh pajak tidak langsung sesuai engan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan penerimaan kontraktor sendiri dalam kontrak bagi hasil gross split ini dihitung berdasarkan persentase gross produksi setelah dikurangi pajak penghasilan. Ketentuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan insentif lainnya mengikuti ketetuan peraturan perundang-undangan fasilitas perpajakan dan insentif pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

Dalam Permen ESDM 8/2017 ini disebutkan bahwa kontraktor wajib membayar pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perlakuan pajak penghasilan di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Sedangkan biaya operasi yang telah dikeluarkan oleh kontraktor dapat diperhitungkan sebagai unsur pengurang pajak penghasilan kontraktor. (Baca Juga: Swasta Diberi Kesempatan Bangun Kilang Minyak, Ini Payung Hukumnya)

Pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kontrak bagi hasil gross split ini dilaksanakan oleh SKK Migas. Dalam Permen ESDM disebutkan, yang dimaksud pengendalian terbatas pada perumusan kebijakan terhadap rencana kerja dan anggaran yang diajukan oleh kontraktor. Sedangkan pengawasan dilakukan terhadap realisasi kegiatan utama operasional kontraktor meliputi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sesuai persetujuan rencana kerja.

“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 27 Permen ESDM 8/2017 yang diundangkan oleh Dirjen PP Kemenkumham Widodo Ekatjahjana pada 16 Januari 2017.
Tags:

Berita Terkait