Menguatkan Kewenangan DPD Melalui Amendemen Konstitusi
Terbaru

Menguatkan Kewenangan DPD Melalui Amendemen Konstitusi

Selama ini para senator merasa tak dapat terlibat dalam penentuan arah perjalanan bangsa yang cenderung ditentukan partai politik melalui perwakilannya di parlemen.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Perubahan dari utusan daerah dan golongan menjadi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tak menjadikan kewenangan DPD menjadi lebih kuat. Malah kewenangan DPD kehilangan hak dasar sebagai pemegang daulat rakyat yang didapat melalui mekanisme pemilihan umum (pemilu) yang sama-sama “berkeringat” bersaing dengan partai politik.  Karenanya, perlu memulihkan hak DPD melalui amendemen konstitusi kelima.

“Ini yang saya sebut kecelakaan hukum yang harus dibenahi,” ujar Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattaliti, Sabtu (4/12/2021) kemarin.

Dia mengatakan penguatan posisi DPD bukanlah hal yang mengada-ada. Sebab, DPD diisi oleh para senator yang notabene representasi daerah serta wakil dari entitas masyarakat sipil yang nonpartisan. Faktanya, kata La Nyalla, para senator tak dapat terlibat dalam penentuan dan arah perjalanan bangsa. Hingga amendemen konstitusi keempat, arah bangsa hanya ditentukan partai politik di parlemen.

Sementara partai, menjadi satu-satunya instrumen dalam mengusung calon pemimpin bangsa. Selain itu, partai politik melalui fraksi di DPR menjadi pihak yang dominan membuat dan mengesahkan sebuah UU yang mengikat bagi warga negara. Sebagai representasi daerah, DPD seharusnya melakukan penguatan atau memulihkan fungsi kelembagaan. Demokrasi desentralistik menjadi konsep partisipasi keikutsertaan daerah dalam perumusan kebijakan publik di tingkat nasional.

“Dengan paradigma seperti ini, peran DPD justru sangat strategis untuk mensinkronkan kepentingan daerah dengan kepentingan pusat,” kata dia.

Menurutnya, meskipun terbit putusan MK yang mengoreksi UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) terkait penguatan kewenangan DPD dalam pembentukan UU terkait daerah, UU MD3 belum memberi ruang maksimal bagi DPD sebagaimana amanat MK. UU MD3 hasil revisi pun tidak memuat ketentuan pasal yang mereduksi kewenangan konstitusional sebagaimana amanat putusan MK. “Pembentuk UU MD3 dinilai tidak menghargai putusan MK,” sebutnya.

La Nyalla berpandangan dalam menguatkan peran kelembagaan DPD semestinya konsisten melaksanakan perintah Pasal 22C UUD 1945. Intinya keberadaan DPD harus diatur melalui UU tersendiri. Begitu pula DPRD, bukan malah dimasukan dalam UU MD3. La Nyalla mengakui membuat UU tersendiri yang mengatur secara khusus kewenangan DPD tidaklah mudah. “Karena penentu akhir pengesahan RUU menjadi UU adalah DPR dan pemerintah,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait