Mengupas Potensi Masuknya Kartel Hingga Terjadi Kenaikan Harga
Utama

Mengupas Potensi Masuknya Kartel Hingga Terjadi Kenaikan Harga

Dengan mengetahui penyebab mahalnya logistik maka akan dipahami struktur permasalahannya, sehingga masalah kenaikan harga bisa selesai sampai ke akar-akarnya.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Persaingan Usaha Universitas Sumatera Utara (USU) Ningrum Natasha Sirait, mantan Ketua KPPU Sutrisno Iwantoro, ahli ekonomi Faisal Basri, dan Dosen Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Raja Oloan Saut Gurning dalam diskusi “Penerapan Prinsip Hukum Persaingan Usaha Pada Industri Jasa Pengangkutan Laut”.
Guru Besar Persaingan Usaha Universitas Sumatera Utara (USU) Ningrum Natasha Sirait, mantan Ketua KPPU Sutrisno Iwantoro, ahli ekonomi Faisal Basri, dan Dosen Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Raja Oloan Saut Gurning dalam diskusi “Penerapan Prinsip Hukum Persaingan Usaha Pada Industri Jasa Pengangkutan Laut”.

Seiring terjadinya fluktuasi harga pasar, otomatis perilaku ekonomi juga akan berubah-ubah untuk menghindari terjadinya kerugian serta demi perolehan keuntungan sebanyak-banyaknya. Beberapa konteks perilaku tersebut, acapkali dinilai otoritas sebagai bentuk pelanggaran persaingan usaha seperti dugaan adanya kartel tanpa mempertimbangkan secara bijaksana beragam bukti ekonomi (indirect evidence) yang sebetulnya merupakan akar permasalahan terjadinya kenaikan harga. Tak hanya itu, untuk kenaikan harga logistik pada industri yang tergolong highly regulated juga kerap disalahtafsirkan sebagai akibat dari mekanisme pasar.  

 

Akibatnya, tindakan otoritas yang tidak tepat sasaran itu justru dapat mengantarkan industri menuju kondisi bleeding (berdarah-darah). Menangkap persoalan itu, maka penting untuk dikaji apa sajakah faktor X yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga? Berapa besar potensi masuknya kartel sebagai penyebab kenaikan harga? Bagaimana membedakan antara kenaikan harga yang memang terjadi karena mekanisme pasar dengan karena adanya kartel atau price fixing atau dengan kenaikan yang disebabkan oleh industri yang highly regulated?

 

Ragam persoalan itulah yang dikupas secara mendalam melalui diskusi bertajuk “Penerapan Prinsip Hukum Persaingan Usaha Pada Industri Jasa Pengangkutan Laut” yang diselenggarakan oleh hukumonline bekerjasama dengan Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) dan Keluarga Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UGM, Selasa (30/4).

 

Dalam kesempatan itu, Guru Besar Persaingan Usaha USU, Ningrum Natasha Sirait, menegaskan atas suatu fenomena pasar yang fluktuatif maka untuk memutuskan ada atau tidaknya suatu kartel tak bisa dilakukan hanya menggunakan pendekatan hukum. Pembuktian kartel disebutnya tak bisa lagi hanya sekadar bicara penelusuran atas bukti berbentuk hard core (perjanjian tertulis, komunikasi dan lainnya).

 

Hal itu dipandang wajar lantaran kartel memang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam pembuktian bila hanya bersandar pada bentuk hard core saja, dan itu dialami oleh banyak negara. Itulah mengapa OECD memperkenalkan bukti tidak langsung (indirect evidence) atau bukti ekonomi sebagai alternatif pembuktian kartel.

 

“Itupun masih enggak mempan bila lembaga persaingan tak lihai dalam membuktikan bukti ekonomi itu. Padahal tanpa menguasai bukti ekonomi itu maka otoritas pasti akan kesulitan membuktikan kartel,” katanya.

 

Beberapa faktor pertimbangan yang dia garis bawahi untuk menganalisa penyebab kenaikan harga di pasar, seperti pertimbangan ketersediaan barang, regulasi dan kebijakan termasuk faktor demand dan supply jelas sangat berpengaruh. Ia mencontohkan dalam bulan puasa misalnya, pasti demand (permintaan) akan sangat tinggi, sehingga wajar jika harga naik. Faktor itu juga penting untuk dipertimbangkan, jadi tak hanya terfokus pada satu aspek indikasi kartel terlebih bila hanya terpaku dengan direct evidence.

Tags:

Berita Terkait