Mengurai Indikasi Oligarki di Sektor SDA
Utama

Mengurai Indikasi Oligarki di Sektor SDA

Pengelolaan sumber daya alam (SDA) secara serakah dinilai bisa melahirkan mafia hukum, tambang, dan pajak yang akan menbawa kerusakan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber diskusi bertajuk 'Oligarki, Sumber Daya Alam, dan Ancamannya terhadap Pemilu 2024', Kamis (2/2/2023). Foto: Istimewa
Narasumber diskusi bertajuk 'Oligarki, Sumber Daya Alam, dan Ancamannya terhadap Pemilu 2024', Kamis (2/2/2023). Foto: Istimewa

Indonesia termasuk negara yang memiliki beragam sumber daya alam (SDA) melimpah. Sayangnya pengelolaan SDA selama ini belum optimal untuk memberikan kesejahteraan secara merata kepada seluruh masyarakat. Pengerukan atau eksploitasi SDA di Indonesia disebut hanya memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu yakni kalangan oligarki.

Senior Partner Integrity Law Firm Prof Denny Indrayana mengatakan pengelolaan SDA yang baik akan menghasilkan kesejahteraan, Sebaliknya, pengelolaan SDA yang serakah akan membawa kerusakan. Menurut Denny, pengelolaan SDA secara serampangan memunculkan mafia tambang, hukum, dan pajak. Dia mencontohkan kasus penambangan ilegal di Kalimantan Selatan yang diistilahkan sebagai “mencuri di siang bolong,” karena tidak sulit bagi aparat untuk melihat aktivitas tersebut.

Namun ironisnya, pelanggaran hukum ini tidak terungkap ke permukaan. Ada indikasi atau dugaan aparat juga terlibat dalam kegiatan ilegal itu. “Ujung dari kegiatan ini kan tidak membayar pajak kepada negara, kejahatan ini saling bertalian,” kata Denny Indrayana dalam diskusi bertajuk “Oligarki, Sumber Daya Alam, dan Ancamannya terhadap Pemilu 2024”, Kamis (2/2/2023).

Baca Juga:

Terkait hal tersebut, Denny menunjuk salah satu kasus pidana korupsi yang ditangani KPK yang menjerat pejabat Direktorat Jenderal Pajak. Pejabat pajak itu divonis menerima suap, tapi pihak yang memberi suap sama sekali tidak terlihat/tersentuh. Diduga kuat lembaga anti rasuah itu sekarang juga tunduk pada kekuasaan oligarki.

Oligarki juga bersinggungan dengan perhelatan pemilu. Prof Denny menyebut oligarki “menanam” dana kampanye yang kompensasinya nanti berupa deviden politik. Deviden politik itu setidaknya meliputi 2 hal yakni kebijakan yang menguntungkan korporasi atau swasta dan tameng (melindungi) kasus-kasus hukum yang melibatkan kelompok mereka.   

Denny mengaku pernah mengkritik Presiden Joko Widodo yang hadir meresmikan pabrik biodiesel yang pemiliknya sedang menjalani proses hukum oleh KPK terkait kasus korupsi pajak. Saat itu, pihak Presiden mengklaim hal itu dua entitas hukum yang berbeda antara pabrik yang disambangi dengan kasus korupsi itu. Setelah ditelusuri ke bekalang ternyata pemilik grup dari pabrik itu sempat menjabat posisi penting dalam tim pemenangan pemilu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait