Menilik Hasil Dialog Publik KUHP Nasional
Pojok KUHP

Menilik Hasil Dialog Publik KUHP Nasional

Masukan masyarakat menjadi bahan dalam menyempurnakan materi yang berujung adanya penghapusan pasal, reformulasi, penambahan pasal, hingga reposisi.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Kick Off Diskusi Publik RKUHP. Foto:  Istimewa.
Kick Off Diskusi Publik RKUHP. Foto: Istimewa.

Proses perumusan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Nasional sebelum disetujui menjadi menjadi UU menempuh berbagai tahapan. Sepertihalnya menyempurnakan muatan materi dengan terlebih dahulu menyerap berbagai masukan dari berbagai elemen masyarakat. Setidaknya ada 22 kota besar yang disambangi tim perumus RKUHP dari pemerintah sepanjang 2021-2022.

Masukan dari publik di puluhan kota besar itu menjadi bahan dalam menyempurnakan materi substansi dalam draf RKUHP Nasional. Intinya, dialog publik menjamin partisipasi masyarakat bermakna sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo dan mengacu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.91/PUU-XVIII/2020.

“Pemerintah menyelenggarakan dialog publik untuk menjamin meaningful public participation dalam pembentukan RKUHP,” ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Omar Sharif Hiariej beberapa waktu.

Berbagai masukan masyarakat di sejumlah kota dikemas dan disesuaikan dengan materi dalam draf KUHP Nasional kala itu. Setidaknya terdapat perubahan pada draf RKUHP. Seperti draf RKUHP per 4 Juli 2022 terdapat 632 pasal. Namun setelah menggelar dialog publik di 11 kota pada September sampai Oktober 2022, terdapat banyak masukan.

Setidaknya, tim perumus mengadopsi 53 masukan masyarakat dialog publik. Hasilnya, 53 masukan publik tersebut dikemas dan dituangkan dalam batang tubuh serta penjelasan.  Hasilnya, draf RKUHP per 9 November pun mengalami perubahan menjadi 627 pasal. Masukan masyarakat dari hasil dialog publik maupun secara tertulis oleh tim perumus dibagi menjadi 4 klaster.

Hukumonline.comMenteri Hukum dan Ham, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D., Foto: Istimewa.

Pertama, terdapat penghapusan sejumlah pasal. Seperti pasal yang mengatur penggelandangan. Kemudian pasal yang mengatur unggas yang melewati kebun. Kemudian pasal yang mengatur ternak yang melewati kebun. Serta dua pasal yang mengatur tindak pidana terhadap lingkungan hidup. Tim perumus mendapatkan masukan dari masyarakat dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Kedua, reformulasi. Seperti terdapat penambahan kata ‘kepercayaan’ di pasal-pasal yang mengatur mengenai ‘agama’. Kemudian mengubah frasa ‘pemerintah yang sah’ menjadi ‘pemerintah’. Selanjutnya, mengubah penjelasan pasal 218 mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

Tags: