Menilik Praktik Eksekusi Pemulihan Lingkungan di Pengadilan
Terbaru

Menilik Praktik Eksekusi Pemulihan Lingkungan di Pengadilan

PN Suka Makmue masih menunggu hasil penilaian KJPP Mushofah Mono Igfirly dan Rekan terhadap aset PT KA, sebelum melanjutkan ke tahap lelang eksekusi berikutnya.

Oleh:
CR-28
Bacaan 5 Menit
Kepala Humas yang juga Hakim PN Suka Makmue, Rangga Lukita Desnata (tengah) saat diwawancarai sejumlah awak media. Foto: Istimewa
Kepala Humas yang juga Hakim PN Suka Makmue, Rangga Lukita Desnata (tengah) saat diwawancarai sejumlah awak media. Foto: Istimewa

Kasus pembakaran 1.000 hektar area lahan gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya oleh PT Kallista Alam (PT KA) menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, lahan yang dilakukan pembakaran merupakan kawasan hutan lindung. Perjalanan kasus ini cukup panjang nan pelik. Awalnya, telah dilayangkan gugatan terhadap PT KA dimana perusahaan itu diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Meulaboh pada 15 Juli 2014. PT KA diwajibkan mengganti kerugian yang totalnya sebesar Rp 366 miliar.

Tak terima atas kekalahan melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PT KA mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Aceh. Akan tetapi, pada 19 November 2014, PT Aceh tetap menolak. PT KA mengajukan kasasi pun ditolak Majelis Mahkamah Agung (MA) pada 15 Agustus 2016. Bahkan, dalam proses Peninjauan Kembali (PK) ke MA yang diajukan pada 18 April 2017 pun berujung penolakan.

Akan tetapi, kembali menjadi polemik ketika faktanya eksekusi atas putusan perkara ini masih belum pula dijalankan. Hal ini mendorong Forum Lembaga Swadaya Masyarakat Aceh (Forum LSM Aceh) membuat petisi untuk disampaikan ke Mahkamah Agung (MA) pada 20 Desember 2021. Pada pokoknya, mereka memohon MA mengambil alih eksekusi lelang aset PT KA. Dengan harapan, putusan bisa segera dieksekusi karena sudah dirasa terlalu lama dan berlarut-larut.

Menanggapi petisi yang mengantongi 8.000 dukungan masyarakat itu, PN Suka Makmue yang sedang mengemban tugas lelang eksekusi angkat bicara. PN Suka Makmue menjelaskan pada 25 Januari 2019 mereka menerima surat dari PN Meulaboh yang memohon bantuan untuk melaksanakan penjualan umum dengan perantara Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Wilayah Banda Aceh atas aset PT KA selaku Termohon Eksekusi atas sebidang tanah, bangunan dan tanaman di atasnya yang terletak di Desa Pulo Kruet, Kabupaten Aceh Barat, dengan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No.27 seluas 5.769 hektar.

"Pernah ditunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Pung’s Zulkarnain dan Rekan sebagai Property Appraisal & Consultant dan dilakukan penyumpahan terhadap pimpinannya untuk mengemban tugas penghitungan atas aset PT KA. Hal tersebut dilakukan sebelum masuk ke tahap lelang eksekusi selanjutnya," ujar Kepala Humas yang juga Hakim PN Suka Makmue, Rangga Lukita Desnata dalam keterangannya, Kamis (23/12/2021). (Baca Juga: Ada Peluang Mengatasi Kendala Eksekusi Pemulihan Lingkungan Hidup)

Setelah beberapa bulan, PN Suka Makmue mendapat tembusan surat yang ditujukan kepada Appraiser dari KJPP Pung’s Zulkarnain & Rekan. Pada intinya berisi tentang tanggapan Pemohon Eksekusi (KLHK) atas pengunduran diri Pung’s Zulkarnain & Rekan untuk menilai atau menghitung aset Termohon Eksekusi. Karena itu, pada 4 Agustus 2021, diberitahukan tentang pemutusan hubungan kontrak antara kantor akuntan publik tersebut dengan Pemohon Eksekusi KLHK.

Setelah itu, Pemohon Eksekusi diminta untuk mengajukan Appraiser baru. Pemohon Eksekusi mengajukan sejumlah Penilai Publik untuk ditetapkan sebagai pengganti. Setelah pertimbangan panjang, KJPP Mushofah Mono Igfirly dan Rekan ditunjuk selaku Penilai Publik yang disumpah untuk menghitung aset Termohon Eksekusi PT KA tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait