Menimbang Urgensi Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi di UU Cipta Kerja
Berita

Menimbang Urgensi Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi di UU Cipta Kerja

Alih-alih menciptakan lembaga baru, pemerintah diminta untuk menyelesaikan persoalan return investasi yang masih rendah.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

Hal tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Reserve Bank of Australia (RBA) yang menyebutkan bahwa efektivitas LPI dalam mengelola pendapatan komoditas beragam. Namun secara umum, dana dengan tujuan mengumpulkan kekayaan lebih berhasil daripada yang dirancang untuk melindungi anggaran pemerintah dan ekonomi domestik dari volatilitas pendapatan komoditas.

“Ada kata-kata development dan ini jadi kata kunci, ke mana arahnya profit atau semangat pembangunan. Sebagian negara ada yang tujuan stabilisasi, saving, ada yang juga kombinasi stabilisasi dan saving, biasanya Indonesia memilih kombinasi. Kesimpulannya jika tujuan dirancang LPI untuk melindungi anggaran pemerintah kurang berhasil.  Model LPI ini cocok untuk konteks Indonesia ke depan, belum cocok untuk saat ini,” imbuhnya.

Eko juga menyebutkan terdapat risiko yang cukup besar ketika pemerintah menjadikan investasi dan pembentukan LPI untuk mempercepat pembangunan. Risiko dimaksud adalah proyek-proyek yang didanai tidak produktif, sehingga tidak menghasilkan return. Maka pemerintah perlu berhitung dan mempertimbangkan secara matang dan hati-hati. Namun tak menutup kemungkinan juga praktik LPI di Indonesia berjalan dengan baik.

Selain itu, persoalan juga ada di Pasal 160 dan Pasal 166 UU Ciptaker. Dua pasal ini mengatur mengenai aset dan sumber aset dari LPI.

Pasal 160:

  1. Aset Lembaga dapat berasal dari:
  1. penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1);
  2. hasil pengembangan usaha dan pengembangan aset Lembaga;
  3. pemindahtanganan aset negara atau aset badan usaha milik negara;
  4. hibah; dan/atau
  5. sumber lain yang sah.
  1. Aset Lembaga dapat dijaminkan dalam rangka penarikan pinjaman.
  2. Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan aset Lembaga, kecuali atas aset yang telah dijaminkan dalam rangka pinjaman.
  3. Pengelolaan aset Lembaga sepenuhnya dilakukan oleh organ Lembaga berdasarkan prinsip tata kelola yang baik, akuntabel, dan transparan.

Pasal 161:

Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Lembaga dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Eko menyebut saat ini aset yang dimiliki negara bernilai Rp10.000 triliun, yang mayoritas atau sebanyak Rp8000 triliun milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tetapi persoalanya jika ingin melakukan pemindahtanganan aset negara ke LPI, maka pemerintah harus melakukan pembenahan data aset agar clean and clear.

Hal ini penting mengingat banyaknya aset negara yang hilang setelah proses pemindahtanganan. Apalagi mengingat jangka waktu yang relatif pendek yakni tiga tahun, aset berisiko lepas begitu saja. Jika tidak dilakukan pembenahan data (revaluasi aset), maka peluang LPI untuk gagal cukup besar.

Tags:

Berita Terkait