Menimbang Urgensi RUU Sektor Keuangan di Tengah Pandemi Covid-19
Utama

Menimbang Urgensi RUU Sektor Keuangan di Tengah Pandemi Covid-19

Omnibus Law Sektor Keuangan seharunya memperkuat masing-masing kelembagaan BI, OJK dan LPS. Risiko krisis mengharuskan lembaga-lembaga tersebut memiliki keleluasaan dalam mengambil kebijakan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau Omnibus Law Sektor Keuangan masuk sebagai Program Legislasi Prioritas 2021. Kehadiran aturan tersebut diharapkan menjaga sektor riil dan sektor keuangan dari dampak krisis seperti pandemi Covid-19. Aturan tersebut juga dibutuhkan sebagai upaya sangat luar biasa atau very extraordinary policy measure memitigasi risiko pada perbankan.

Melalui regulasi yang ada saat ini, penanganan krisis ekonomi yang luas berakibat terganggunya sektor perbankan akibat pandemi Covid-19 tidak cukup diatur oleh undang-undang bersifat sektoral. Penanganannya harus dituangkan dalam bentuk undang-undang khusus, yang mengatur hal-hal yang lebih komprehensif terkait reformasi, pengembangan, dan penguatan sektor keuangan.

Di sisi lain, kehadiran Omnibus Law Sektor Keuangan justru dianggap dapat mengganggu pemulihan ekonomi saat ini. Mengingat, jasa keuangan khususnya perbankan saat ini masih mampu bertahan menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19. Sehingga, perubahan fundamental pada sektor jasa keuangan dikhawatirkan berisiko buruk terhadap pemulihan ekonomi.

Wacana yang mengemuka saat ini, pengaturan Omnibus Law Sektor Keuangan mengubah peran dan fungsi Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta pemerintah dalam kewenangan, pengawasan, dan penyelesaian permasalahan di sektor keuangan, khususnya perbankan. (Baca: Rencana Penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan Dinilai Langkah Keliru)

Salah satu perubahan yang menimbulkan polemik dari Omnibus Law Sektor Keuangan mengenai pembentukan dewan pengawas bagi BI dan OJK. Pembentukan dewan pengawas tersebut dikhawatirkan mengurangi independesi lembaga-lembaga tersebut dalam menjaga sektor keuangan dan moneter.

Melihat kondisi tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun menyampaikan isi aturan tersebut harus dibahas secara hati-hati karena berhubungan independensi lembaga pengawas jasa keuangan. Menurutnya, independensi tersebut sangat memengaruhi kepercayaan publik secara domestik dan global.

“Bagaimana dengan independensi? Karena ini jadi kunci kepercayaan internasional terhadap suatu negara apakah bank sentral itu independen atau tidak, pengawasnya independen atau tiddak. Kalau tidak independen apa investor asing masuk atau tidak. Independensi ini yang diinginkan pasar. Ini harus jadi persoalan serius harus diperhatikan. Apakah independensi OJK, BI terganggu. Makna gramatikal ini harus diterjemahkan secara konkret,” jelas Misbakhun, Selasa (30/3).

Tags:

Berita Terkait