Meninjau Polemik Permendikbud Pencegahan Kekerasan Seksual
Utama

Meninjau Polemik Permendikbud Pencegahan Kekerasan Seksual

Sebuah kebijakan tidak terlepas dari pro dan kontra. Menjadi bukti bahwa masyarakat memiliki pandangan yang kritis terhadap suatu kebijakan baru.

Oleh:
CR-27
Bacaan 4 Menit

“Sifat Permendikbud ini adalah menjalankan suatu tugas sesuai arahan atau SOP, bukan mengatur aspek pidana. Ruang lingkup Permendikbud mengenai kekerasan seksual ini merupakan panduan untuk satgas yang dibentuk oleh Permendikbud untuk menjalankan tugasnya” katanya.

Langkah yang dilakukan berbeda apabila kasus kekerasan seksual dalam perguruan tinggi ini berlanjut ke ranah hukum dan diproses oleh kepolisian yang ketentuannya menggunakan pasal atau delik yang ada di KUHP. Prinsip-prinsip dalam Permendikbud ini sejatinya juga harus dikawal, yang mana di dalamnya terdapat kepentingan untuk korban, keadilan dan kesetaraan gender, serta prinsip aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

Salah satu isu yang paling ramai diperbincangkan terdapat dalam ‘consent’ atau persetujuan dalam kekerasan seksual yang ditafsirkan melegalkan zina. Fajri menjelaskan interpretasi terhadap kata ‘consent’ ini terlalu jauh dan melebar.

“Permendikbud ini mengatur perihal aspek kekerasan secara seksual bukan tindakan seksual secara umum,” kata Fajri. Dia juga melanjutkan hal ini perlu diatur oleh negara karena tindakan kekerasan itu selalu memposisikan korban dan pelaku di posisi tidak adil.

Dia menambahkan banyaknya korban yang takut melapor akibat kurangnya dukungan dari negara. Menurutnya, Permendikbud ini merupakan jalan keluar yang bisa dilakukan untuk mendorong negara agar posisi korban dan pelaku kekerasan seksual tidak timpang dan mendapat perlakuan yang adil. 

“Setelah adanya keadilan ini, maka akan mudah untuk melanjutkan proses penegakan hukum,” ujarnya.

Dijelaskan Fajri, konsep consent atau persetujuan ini berarti setiap orang memiliki harga diri yang memiliki keputusan yang murni atas keinginannya sendiri. Adanya consent itu bermakna bahwa seseorang memutuskan keputusan atas dirinya sendiri tanpa adanya kontrol atau paksaan dari orang lain terlebih tentang tubuhnya sendiri.

Proses penegakan hukum saat ini menurut PSHK belum adil terutama untuk korban. Maka dari itu perlu dukungan dari korban untuk melapor terkait kekerasan seksual di perguruan tinggi. Jika korban masih minim melapor maka akan sulit untuk mewujudkan kesetaraan keadilan antara pelaku dan korban.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait