2. Pencahayaan dan Penghawaan Layak
Jendela ramping dibuat untuk mencegah upaya kabur. Di sisi lain, cahaya dan sirkulasi udara yang layak tetap bisa dirasakan narapidana.
3. Kamar Mandi Terpisah
Sekat kamar mandi diperlukan agar mencegah bau dan lembab ke area tidur. Jendela untuk pengawasan oleh petugas dari luar dipasang pada kamar mandi.
4. Bunkbed Bersekat
Kamar hunian berisi lebih dari satu narapidana menggunakan ranjang berbentuk bunkbed bersekat. Cara ini untuk tetap memberi hak privasi di antara narapidana dalam satu kamar hunian.
5. Bisa dipakai Shalat
Sel penjara selama ini terlalu sempit untuk juga dipakai shalat oleh narapidana. George mempertimbangkan kebutuhan beribadah narapidana di Indonesia yang mayoritas muslim.
6. Kamar Hunian Inklusi
Narapidana difabel dan lanjut usia diberikan kamar hunian terpisah. Fasilitas ini termasuk kamar mandi khusus difabel.
7. Kamar Isolasi Sementara
Ruang sementara ini digunakan untuk narapidana yang berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain. Permukaan seluruh ruang menggunakan bahan empuk dilapisi bantalan.
Selain desain ulang kamar hunian, George juga merancang fasilitas pusat rehabilitasi dan area terbuka. Semua desain tetap mempertimbangkan prinsip pengawasan dan pengamanan ketat agar narapidana tidak bisa kabur. Banyak kritik atas desain ini yang direspons ringan oleh George, “Banyak yang bilang penjara harus kejam, nggak betah, nggak nyaman, ya nggak sepenuhnya salah. Tapi, sudah banyak juga penelitian yang bahas penjara humanis itu efektif.”
Ia sendiri mengakui konsepnya adalah versi ideal. Desainnya mungkin menjadi versi penjara saat Indonesia sudah lebih mampu mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Jika diwujudkan saat ini, desain humanis George justru dianggap lebih pas disebut fasilitas indekos di kawasan Jakarta Selatan.
Nah, bagaimana pendapat Anda?