Meninjau Ulang Penafsiran Pengadilan dalam Jerat Delik Penodaan Agama

Meninjau Ulang Penafsiran Pengadilan dalam Jerat Delik Penodaan Agama

Eksistensinya tidak bertentangan dengan konstitusi, namun bermasalah dalam implementasi. Perlu reinterpretasi sambil menanti revisi KUHP. Pembenahan kompetensi aparat penegak hukum dalam penerapannya menjadi kunci penting saat ini.    
Meninjau Ulang Penafsiran Pengadilan dalam Jerat Delik Penodaan Agama

Hingga tulisan ini diterbitkan, sudah lima kali pasal pidana tentang penodaan agama diuji ke Mahkamah Konstitusi. Empat kali permohonan uji materiil ditolak seluruhnya dan satu kali tidak dapat diterima. Kasus fenomenal terakhir yang berkaitan delik penodaan agama itu terjadi tahun 2017. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok didakwa bersalah untuk delik penodaan agama. 

Sebuah laporan riset Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tentang penodaan agama sepanjang Januari–Mei tahun 2020 lalu menyebut bahwa sejak masa reformasi tahun 1998, “kasus-kasus penodaan agama seolah tak terbendung, baik mengenai banyaknya orang yang dijadikan tersangka maupun putusan pengadilan yang hampir 100% menghukum terdakwa”. 

Berdasarkan UU No.1/Pnps/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama), delik penodaan agama disisipkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Pasal 156a. Selain itu, delik penodaan agama juga diatur dalam UU No.16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). 

Tafsir Mahkamah Konstitusi tegas menyatakan pasal-pasal delik penodaan agama konsitutisonal. Mayoritas Hakim Konstitusi menyatakan UU Penodaan Agama, termasuk Pasal 156a KUHP, masih diperlukan untuk menjaga ketertiban umum di antara kelompok-kelompok keagamaan. Sikap ini terungkap jelas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.140/PUU-VII/2009 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.84/PUU-X/2012. Di sisi lain, sejumlah riset menunjukkan banyak persoalan serius dalam penegakan hukumnya. Tak jarang justru menimbulkan persoalan baru yang lebih rumit alih-alih perbuatan awal tersangka.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional