​​​​​​​Menjembatani Pembaruan: Hukumonline 20 Tahun
Tajuk

​​​​​​​Menjembatani Pembaruan: Hukumonline 20 Tahun

​​​​​​​Terima kasih dan penghargaan kami yang setinggi-tingginya atas dukungan Anda semua kepada kami di Hukumonline selama 20 tahun terakhir yang membanggakan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit

Pada praktik modern firma hukum generasi pertama, lawyers asing mulai dipekerjakan dan alat bantu modern seperti komputer generasi pertama mulai digunakan, bukan sebagai alat untuk menemukan hukum, tetapi lebih kepada proses dokumentasi yang lebih cepat (word processing). Perkembangan ini menjadikan tiga firma hukum, ABNR, MKK dan ABNA berkembang pesat memimpin industri jasa hukum modern. Mereka mulai mewakili pemerintah Indonesia, pengusaha Indonesia dan perusahaan asing dalam negosiasi dan pembuatan transaksi-transaksi yang lebih rumit. Ketika transaksi-transaksi rumit ini mengundang masalah, proses penyelesaian sengketa di hadapan pengadilan dan arbitrase juga menuntut para advokat untuk membuat spesialisasi litigasi komersial dalam praktik mereka, yang dalam hal ini ABNA terbukti lebih menonjol dibandingkan dengan kedua firma besar lainnya.

Ketika investasi, perdagangan internasional, dan praktik bisnis lainnya menjadi semakin kompleks, dengan masuknya pendanaan asing dalam proyek-proyek besar di Indonesia, muncul-lah generasi firma hukum modern kedua seperti Lubis Ganie Surowidjojo (LGS) dan Makarim & Taira (MT) pada tahun 1980-an dan Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP) pada tahun 1990-an. Beberapa kantor hukum yang lebih kecil juga mulai dikelola secara modern, tetapi tidak banyak yang menggunakan bentuk persekutuan yang diatur secara modern seperti layaknya firma-firma hukum di Amerika Serikat, Inggris, Eropa, Hong Kong dan Singapura pada waktu itu. Kerja sama dengan firma hukum asing menjadi model yang lazim digunakan dengan sejumlah variasi independensi. Kerja sama berbasis network lepas dengan firma hukum, firma akutansi, konsultan manajemen dan investasi juga menjadi model bisnis yang dikembangkan oleh firma-firma tersebut. Modernisasi dalam pencarian regulasi, kebijakan dan data untuk kepentingan pemberian jasa hukum mulai digunakan oleh firma-firma tersebut, walaupun masih dengan menggunakan teknologi yang kalau dilihat dari perkembangan teknologi sekarang ini tentu masih sederhana. LGS merupakan salah satu yang pertama kali menggunakan platform LGSOnline, suatu platform database hukum dan preseden opini hukum serta dokumen transaksi yang menjadi acuan internal para lawyers dan klien-kliennya. Perkembangan pesat firma-firma hukum tersebut dihambat oleh krisis moneter yang dengan cepat menjelma menjadi krisis multidimensi pada tahun 1998 yang memicu kejatuhan rezim Orde Baru.

Dalam masa krisis ini banyak firma hukum jatuh bangun seiring dengan berjatuhannya bisnis dan konglomerasi besar. Setelah sekitar lima tahun berada dalam krisis yang dalam, ekonomi Indonesia mulai bangkit lagi, dan dengan perubahan peta dan pemeran dalam bisnis Indonesia setelah krisis, bermunculan juga firma-firma hukum baru yang umumnya berasal dari partner dan senior lawyers sejumlah firma hukum generasi satu dan dua. Di antara firma-firma baru generasi ketiga ini yang berkembang menjadi salah satu firma hukum terbaik dan terbesar di Indonesia saat ini adalah Assegaf, Hamzah & Partners (AHP). Firma-firma hukum modern generasi ini menempuh strategi networking regional, merekruit best talents dari sekolah-sekolah hukum terbaik dalam dan luar negeri, dan membina hubungan baik dengan birokrasi, perusahaan negara, konglomerasi baru yang timbul sesudah krisis, dan industri perbankan dan pasar modal. Karena konsentrasi bisnis setelah krisis didominasi oleh para pemain bisnis yang baru ini, strategi tersebut terbukti efektif. Sementara itu firma-firma besar generasi satu dan dua terlihat berusaha untuk mempertahankan klien-klien tradisional mereka atau menempuh strategi baru untuk menembus pasar yang masih belum terbentuk dengan baik. Persaingan di bidang litigasi komersial menjadi marak, karena bidang ini bila ditangani secara modern, dengan tetap menjaga integritas profesi, ternyata merupakan backbone yang sangat bisa diandalkan oleh banyak firma hukum.

Persaingan menjadi semakin ketat sebelum pandemi Covid-19 di antara firma-firma hukum lintas generasi tersebut. Masing-masing dengan kelebihannya di bidang-bidang tertentu. Beberapa faktor yang ikut menentukan keberhasilan firma-firma ini adalah: jumlah lawyers yang mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan masif, networking regional atau internasional, sistem rekruitmen yang menjaring talenta terbaik, manajemen modern dengan penggunaan teknologi informasi, dan jaringan dengan penetrasi yang dalam ke dalam birokrasi, lembaga negara, perusahaan milik negara, industri perbankan dan pasar modal serta industri energi dan manufaktur besar. Beberapa firma hukum belakangan mengambil strategi sedikit berbeda, dengan melakukan kerja sama erat dengan beberapa firma akutansi terbesar dunia, diantaranya seperti LGS dengan KPMG dan Melli Darsa dengan PWC.  

Dalam kurun waktu yang sama, perubahan yang terjadi di Indonesia menumbuhkan partisipasi publik yang tinggi dari kalangan masyarakat sipil dalam proses demokratisasi, membangun sistem hukum dan kenegaraan yang bebas KKN, dan menjadi pengawas yang tajam atas proses penegakan hukum yang berkeadilan. Kerja nyata aktivis dan organisasi masyarakat sipil nirlaba ini terlihat nyata dalam menghasilkan banyak perubahan hukum. Kolaborasi dilakukan lintas organisasi, antara lain menghasilkan sejumlah perubahan konstitusi yang mensejajarkan konstitusi kita dengan konsitusi negara demokrasi lainnya. Sejumlah peraturan perundangan dibentuk untuk melaksanakan amanah konstitusi hasil amandemen, yang menghasilkan didirikannya sejumlah lembaga negara yang wajib ada dalam negara demokrasi (Mahkamah Konstitusi, Komisi Nasional HAM, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi dan lain-lain). Dengan dorongan aktivis dan organisasi masyarakat sipil, beberapa lembaga negara ini, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi telah menorehkan keberhasilan dalam mengubah Indonesia, dan menjadi contoh bagi lembaga negara lainnya untuk memberikan kontribusi yang sama pentingnya. Kita lihat bahwa LBH, PSHK, ICW, LeIP, Masyarakat Transparansi Indonesia, Transparency International Indonesia, Perludem, ICEL, Elsam dan organisasi lain baik yang terkait dengan kampus maupun tidak beserta para aktivisnya merupakan motor dari gerakan besar itu. Tanpa mereka, Indonesia tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Organisasi-organisasi ini juga menjadi tempat pendidikan bagi pemikir-pemikir dan pemimpin-pemimpin baru di bidang hukum. Ambil contoh saja, para direktur eksekutif PSHK sejak tahun 1998 sampai sekarang (Hamid Chalid, Ibrahim Assegaf, Aria Suyudi, Bivitri Susanti, Eryanto Nugroho, M Nur Sholikin, dan Gita Putri Damayana) dan para peneliti dan aktivis PSHK lainnya merupakan orang-orang muda yang telah dan masih memberikan kontribusi penting pada perbaikan sistem hukum kita.

Suatu catatan penting yang perlu kita sadari, bahwa walaupun reformasi sudah dilakukan lebih dari dua dasawarsa, tata kelola pemerintahan di banyak lembaga birokrasi, parlemen dan judisial masih memprihatinkan. Dasar hukum dan aturan sudah dibuat untuk melakukan perubahan, organisasi sudah dibuat dengan struktur dan cara kerja yang jelas. Pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kinerja mereka yang bekerja di lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi ini juga sudah dilakukan secara intens. Ternyata korupsi masih tinggi, penyalahgunaan kekuasaan masih merajalela. Mentalitas Orde Baru yang koruptif bukan hanya masih dalam tertanam dalam jiwa mereka, tetapi bahkan sudah mulai merasuki generasi muda yang memasuki lembaga dan organisasi ini. Jumlah kasus korupsi, siapa saja dan organisasi mana yang terlibat, serta berapa usia mereka, dengan mudah bisa kita lihat dalam kasus-kasus yang berhasil dibawa oleh KPK ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Beruntung, sebagian besar aktivis reformasi, pegawai yang jujur dan pandai, masih banyak yang mengabdi di birokrasi dan lembaga-lembaga negara. Beberapa krisis yang terjadi sejak reformasi terbukti mampu ditangani dengan baik oleh mereka. Pemilihan umum dan pilkada, dengan segala permasalahannya, terselenggara dengan baik dan membuktikan bahwa kita bisa menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Program-program pengentasan kemiskinan berjalan dengan cukup masif. Pembangunan infrastruktur berjalan dengan kecepatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya pada masa pemerintahan RI manapun. Semua ini membuktikan bahwa mayoritas dari orang-orang yang bekerja di organisasi-organisasi ini sebetulnya adalah orang-orang yang baik, amanah dan menjaga marwah mereka dengan baik. Segelintir orang yang korup, terbanyak mereka yang terafiliasi dengan partai politik, telah merusak susu di belanga besar. Suatu pekerjaan besar bagi kita semua untuk memperbaikinya. Harapan besar kembalinya lembaga judisial kita menjadi lembaga yang dihormati pada era 1950-1960-an, masih terus dikembangkan dengan tetap solidnya sejumlah penyidik muda KPK, jaksa dan hakim muda yang mungkin kini masih tersebar di daerah terpencil di pelosok Nusantara, yang sadar bahwa di tangan merekalah kelak hukum bisa tegak dan keadilan bisa dinikmati oleh setiap warga negara.

Ketika semua perubahan itu terjadi begitu cepat, tiba-tiba kita baru sadar bahwa momentum perubahan itu sudah berlangsung sejak 22 tahun yang lalu. Kita segera berkaca diri, melihat betapa masih banyaknya kekurangan yang terjadi di sana-sini, baik yang sifatnya fundamental karena proses berwacana yang terus berkembang, maupun hanya sementara karena proses perubahan masih belum berjalan maksimal, atau bisa jadi sesederhana hanya karena sikap tidak amanah dari segelintir orang atau segerombolan orang yang berkuasa atau merasa berkuasa. Pada saat berkaca diri, kita sadar bahwa kunci keberhasilan perubahan juga ditentukan oleh keberhasilan kita memperbaiki sistem pendidikan kita. Pendidikan adalah bidang yang sangat krusial untuk diperbaiki. Kita seperti mulai merangkak dari titik hampir di dasar lubang dalam. Perbedaan (gap) sarana, kualitas dan kecepatan melakukan adaptasi antara begitu banyak sistem dan sarana pendidikan sangat lebar. Ini membutuhkan pemikiran besar, biaya besar, dan upaya besar dari semua pemangku kepentingan dunia pendidikan. Dengan menimbang gap itulah, khususnya di bidang pendidikan hukum, para pendiri dan aktivis PSHK memutuskan untuk membangun suatu sekolah hukum yang mencoba menerapkan sistem pendidikan hukum yang berbeda, dengan lebih mengutamakan membangun karakter dan integritas anak didik, mengenalkan mereka kepada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh negara dan bangsa ini dari berbagai perspektif, baik hukum, ekonomi, sosial dan politik serta kebudayaan, dan bagaimana sebaiknya menyikapi persoalan-persoalan tersebut dalam konteks membangun masa depan Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait