Menko Perekonomian: Kegentingan Memaksa Karena Putusan MK
Terbaru

Menko Perekonomian: Kegentingan Memaksa Karena Putusan MK

Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dinilai menimbulkan kegamangan bagi investor dan pelaku usaha sehingga mereka bersikap wait and see untuk melakukan investasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat membacakan pandangan pemerintah atas persetujuan Perppu Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (21//3/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat membacakan pandangan pemerintah atas persetujuan Perppu Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (21//3/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

DPR akhirnya memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna, kendatipun tak bulat dari sembilan fraksi partai. Tapi begitu, pemerintah dapat meyakinkan 7 fraksi partai soal hal ihwal kegentingan memaksa yang menjadi alasan mendasar penerbitan Perppu 2/2020.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengapresiasi keputusan DPR tersebut. Dalam pandangan pemerintah, Pasal 22 UUD Tahun 1945 memandatkan Perppu harus mendapat persetujuan DPR. Menurutnya, setidaknya ada sejmlah alasan pemerintah menerbitkan Perppu 2/2022. Antara lain Perppu itu menindaklanjuti putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 yang memberi kesempatan kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU No.11 Tahun 2020 dalam jangka waktu 2 tahun.

“Jika batas waktu perbaikan itu lewat UU No.11 Tahun 2020 dinyatakan inkonstitusional permanen,” ujarnya di atas podium dalam ruang rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (21/3/2023).

Baca juga:

Dia menyebut, beberapa upaya yang dilakukan menindaklanjuti putusan MK antara lain menerbitkan UU No.13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.  Beleid itu mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus law dan memperjelas perintah MK soal partisipasi publik secara bermakna.

Metode omnibus menurut Airlangga sudah diperkuat MK melalui putusannya yang menolak pengujian terhadap UU 13/2022. Untuk menggelar partisipasi publik secara bermakna pemerintah telah membentuk satgas sosialisasi UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Bersama kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya serta satuan tugas sosialisasi sudah bertandang ke berbagai wilayah untuk melakukan sosilaisasi dalam rangka meningkatkan kesadaran terhadap UU 11/2020.

Ketua Umum Partai Golkar itu  mengatakan, setelah UU 11/2020 terbit, Bank Dunia menyebut Indonesia sebagai negara terbesar kedua di Asia Tenggara yang menerima penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment (FDI). Hal itu menunjukan respon positif investor terhadap UU 11/2020. Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) melaporkan implementasi UU 11/2020 dapat mengurangi sepertiga hambatan investasi.

Ihwal kegentingan memaksa yang menjadi alasan pemerintah menerbitkan Perppu, Airlangga mengatakan putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 memberi kesempatan pemerintah melakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 tahun. Selama perbaikan itu pemerintah tidak boleh membuat kebijakan strategis dan berdampak luas yang berkaitan dengan UU 11/2020.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait