Menko Perekonomian: Kegentingan Memaksa Karena Putusan MK
Terbaru

Menko Perekonomian: Kegentingan Memaksa Karena Putusan MK

Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dinilai menimbulkan kegamangan bagi investor dan pelaku usaha sehingga mereka bersikap wait and see untuk melakukan investasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Putusan MK itu dinilai menimbulkan kegamangan bagi investor dan pelaku usaha sehingga mereka bersikap wait and see untuk melakukan investasi. Pengusaha yang sudah berinvestasi menghadapi kekosongan hukum karena peraturan perundang-undangan yang ada tidak memadai mengingat pemerintah tidak bisa mengubah peraturan pelaksana UU 11/2020 sebagaimana putusan MK tersebut.

“Kegentingan memaksa karena putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 ini perlu segera dilaksanakan kalau tidak maka adaptasi dengan situasi global sulit dilakukan,” urai Airlangga.

Perppu dipilih karena pemerintah mau membentuk UU tidak secara business as usual. UU Cipta Kerja penting sebagai langkah mitigasi terhadap krisis global karena upaya pencegahan selalu lebih baik daripada menghadapi persoalan yang terjadi. Perppu mencegah persoalan ini menjadi lebih luas dan kerentanan perekonomian global yang berdampak pada perekonomian nasional perlu dihindari.

“Kami berterima kasih karena Perppu sudah disetujui (menjadi UU, -red) walau dalam dinamika yang tinggi Kami menghargai setiap catatan yang diberikan fraksi-fraksi di DPR,” imbuh Airlangga.

Dalam rapat paripurna tersebut Ketua DPR Puan Maharani, selaku pimpinan sidang menjelaskan sebelumnya dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I sebanyak 7 fraksi menerima hasil kerja panitia kerja (panja) dan menyetujui pembahasan dilanjutkan pada rapat tingkat II agar Perppu disahkan menjadi UU. Sementara 2 fraksi menolak Perppu.

“Selanjutnya, kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakkah rancangan UU tentang penetapan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja jadi UU dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?,” tanya Puan Maharani saat memimpin rapat paripurna di Komplek Gedung DPR, Selasa (21/3/2023).

Mayoritas fraksi partai memberikan persetujuan. Seperti Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Gerindra, Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara dua fraksi partai  yang menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai  Demokrat. Malahan,  anggota Fraksi PKS pun melakukan walk out dari ruang rapat paripurna.

Tags:

Berita Terkait