Menkominfo Diminta Cabut Permenkominfo PSE Lingkup Privat
Terbaru

Menkominfo Diminta Cabut Permenkominfo PSE Lingkup Privat

Karena pemblokiran tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU ITE, dan bertentangan pula dengan asas-asas Umum pemerintahan yang baik.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Menkominfo Diminta Cabut Permenkominfo PSE Lingkup Privat
Hukumonline

Pemblokiran terhadap delapan situs dan aplikasi dengan traffic tinggi menimbulkan protes dari sejumlah kalangan yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Digital kepada Kementerian Komunikasi Informatika (Kominfo). Kedelapan situs dan aplikasi itu antara lain PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).

Ketua Serikat Pekerja Media dan Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Nur Aini berpendapat, pemblokiran yang dilakukan Kemenkominfo pada 30 Juli 2022 didasarkan pada Peraturan Menteri Komnikasi dan Informatika (Permenkominfo) No.5 Tahun 2020 tentang Penyelengggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Akibat pemblokiran menimbulkan kerugian terhadap masyarakat luas.

Menurutnya, survei dan pendataan dampak Permenkominfo 5/2020 terhadap pekerja media dan kreatif yang dibuka oleh Sindikasi dari 4 Agustus 2022 hingga 14 Agustus 2022, terkumpul 44 aduan dengan beragam jenis kerugian. Khusus kerugian materil sebesar Rp136 juta, sementara dari posko aduan LBH Jakarta sejak 30 Juli-5 Agustus menerima aduan dari korban pemblokiran PSE sebanyak 213 pengaduan dengan estimasi kerugian materil sebesar Rp1.779.840.000.

Baca Juga:

Menurutnya, kerugian pekerja tak sekedar kehilangan pendapat materi. Tapi imaterial dimana mereka tidak mendapat kepastian masa depan pekerjaan akibat klien ragu dengan peraturan terkait aplikasi digital Indonesia. Serta khawatir keamanan data bocor. Bagi warga dan pekerja media, implementasi Permenkominfo mengancam kebebasan pers terutama jurnalis yang meliput isu-isu sensitif,” ujarnya.

Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta M. Fadhil Alfathan Nazwar menilai, tindakan pemblokiran tersebut melampaui wewenang. Bahkan bertentangan dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurutnya, Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) mengatur wewenang pembatasan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah hanya dapat dilakukan sebatas ‘Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang’.

“Tindakan pemblokiran itu bertentangan dengan ketentuan mengenai pembatasan terhadap hak asasi manusia diizinkan (permissible limitations), bertentangan dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU ITE, dan bertentangan pula dengan asas-asas Umum pemerintahan yang baik tidak dapat dibenarkan menurut hukum,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait