Menkopolhukam: Perlu Regulasi Ketat untuk Mengatur Restorative Justice
Utama

Menkopolhukam: Perlu Regulasi Ketat untuk Mengatur Restorative Justice

Restorative Justice tidak untuk semua jenis perkara pidana dan bukan negosiasi pasal atau perkara.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Menkopolhukam Mahfud MD saat membuka acara Konferensi Nasional Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif, Selasa (1/11/2022). Foto: ADY
Menkopolhukam Mahfud MD saat membuka acara Konferensi Nasional Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif, Selasa (1/11/2022). Foto: ADY

Pemerintah mendorong pembaruan hukum di Indonesia, salah satunya dengan pelaksanaan mekanisme restorative justice. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengatakan restorative justice merupakan isu global yang menarik untuk dikaji karena menempatkan korban sebagai pusat penyelesaian perkara pidana. Mekanisme ini diyakini memberi jaminan keadilan yang lebih baik kepada semua pihak yang terlibat dalam perkara pidana.

“Gagasan ini muncul dari respons atas peradilan pidana yang terus hanya mendaur ulang ketidakadilan,” kata Mahfud MD dalam pidatonya di acara Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif, Selasa (1/11/2022).

Mahfud melihat implementasi restorative justice mengalami perkembangan yang pesat di berbagai negara, bahkan di Afrika. Berbagai negara itu telah mengatur restorative justice dalam regulasi penanganan perkara pidana. Sampai sekarang masih dicari format ideal untuk diterapkan dalam pembaruan hukum pidana di Indonesia.

Baca Juga:

Mengutip artikel yang pernah ditulis Prof Bagir Manan, Mahfud menyebut mantan Ketua MA itu menyatakan tidak tepat restorative justice diartikan sebagai keadilan restoratif. Tapi praktik restorative justice tidak asing di Indonesia karena asal muasalnya dari tradisi hukum di Indonesia yakni hukum adat.

Mahfud menyebut sebelum hukum modern masuk ke Indonesia masyarakat bisa menyelesaikan persoalnnya sendiri. Penyelesaian itu dilakukan dengan tidak mempermalukan korban, dan pelaku tidak diperlakukan secara sewenang-wenang. Masuknya hukum modern ke Indonesia melalui penjajahan mulai mengenalkan asas legalitas dan formalitas.

Menurut Mahfud, saat ini adalah saat yang tepat untuk melihat kembali kebutuhan masyarakat. Tanpa pelaksanaan restorative justice, maka jumlah aparat penegak hukum dan penjara yang ada di Indonesia tidak akan cukup. Praktik Restorative Justice sebenarnya sudah hidup di masyarakat, misalnya menyelesaikan persoalan melalui lurah atau masyarakat adat.

Tags:

Berita Terkait