Menteri ESDM: Pemerintah Adalah Pengatur Bukan Pemain
UU Minerba

Menteri ESDM: Pemerintah Adalah Pengatur Bukan Pemain

Lahirnya UU Minerba diharapkan bisa menuntaskan masalah pertambangan di dalam negeri. Kini pemerintah tengah menyiapkan empat PP sebagai pelaksana UU Nomor 4 Tahun 2009 itu.

Oleh:
Sut
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM: Pemerintah Adalah Pengatur Bukan Pemain
Hukumonline

 

Hingga akhirnya pada 16 Desember 2008 lalu, DPR mengesahkan RUU Minerba menjadi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Banyak pihak berharap UU Minerba yang baru ini bisa memberi pencerahan bagi dunia pertambangan nasional. Setidaknya UU ini bisa menjadi solusi pemecah masalah pertambangan.

 

Dalam beberapa kesempatan, Pemerintah dan DPR menegaskan bahwa UU ini lebih fokus kepada kepentingan nasional namun tidak mengabaikan sisi investor. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan tujuan disusunnya UU Minerba salah satunya untuk mengakomodir kepentingan pengusaha pertambangan. UU Minerba disusun berdasarkan masukan dan usulan semua pihak, termasuk pelaku usaha, kata Purnomo saat menyampaikan pembukaan dalam Seminar Nasional bertajuk Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara: Nasionalisasi atau Privatisasi? yang diselenggarakan hukumonline di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu (21/01).

 

Yang jelas UU Minerba ini mengusung sebuah isu baru. Dari awalnya menggunakan rezim kontrak menjadi rezim perizinan. Posisi pemerintah dalam UU Minerba tak lagi setara dengan kontraktor. Sebagai public entity, government adalah a regulator bukan a player, inilah yang menjadi semangat dalam UU ini. Dimana kedepan, bentuknya bukan kontrak. Kalau dulu government teken kontrak, menteri, presiden teken kontrak dengan investor. Untuk investor it's good, tapi untuk satu aturan ketatanegaraaan, saya kira kurang pas. Inilah yang kita ubah dengan sistem izin, jadi bukan kontrak lagi ikatannya, tutur Purnomo.

 

PP DMO Diutamakan

Disamping itu, kepentingan nasional juga terlihat dalam UU ini. Salah satunya aturan mengenai aturan domestic market obligation (DMO) yang juga ditekankan dalam UU yang disahkan DPR tanggal 16 Desember 2008 lalu. Aturan ini nantinya terkait dengan kebijakan harga mineral dan batubara di dalam negeri. Purnomo mengungkapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang DMO akan dikeluarkan pertamakali di antara PP lainnya dalam UU Minerba.

 

Pengamat pertambangan Ryad Chiril menilai UU ini kembali ke era sentralistik. Pemerintah pusat kembali dominan dalam pengaturan masalah tambang. Pemerintah, kata dia, juga bisa mengontrol pasokan batu bara di dalam negeri. 

 

Yang mengherankan dari UU ini adalah ketentuan peralihan yang tidak mengatur sama sekali soal KP-KP yang telah ada. Kejelasan mengenai status KP-KP yang ada sebaiknya juga diklarifikasi di dalam peraturan-peraturan pelaksanaan UU Minerba ini, kata konsultan hukum pertambangan Widyawan.

 

Dan perlu diingat, pelaksanaan UU Minerba nantinya tidak lah semudah membalikan telapak tangan. Terkadang antara teori dan kenyataannya di lapangan sering bertolak belakang.

 

Prof Hikmahanto Juwana mengatakan kelemahan utama dari UU Minerba adalah belum teruji (tested) dalam praktek. Ini mengingat berbagai ketentuan dibuat tanpa memperhatikan secara akurat kondisi yang ada. Para pembentuk UU diduga lebih banyak menggunakan perasaan (feeling) dan keputusan politik daripada fakta yang ada di lapangan.

 

Pemetaan yang seharusnya ada dalam Naskah Akademik kemungkinan tidak terungkap. Atau bila telah terungkap dengan baik besar kemungkinan terabaikan oleh pembentuk UU karena dominannya unsur politis, kata Guru Besar Universitas Indonesia ini.

 

Terlepas dari itu, sekarang yang harus dilakukan adalah memantau pemberlakuan undang-undnag ini. Semua pihak yang terkait harus mengawal penyusunan PP sebagai pelaksana UU tersebut. Setidaknya ada 20 PP yang harus dibuat pemerintah dalam satu tahun. Namun, Departemen ESDM tadi sudah menegaskan, bahwa pemerintah akan menggabungkan 20 PP itu menjadi empat PP.

 

Tidak berhenti di situ, Pemerintah juga harus membuat wilayah pertambangan, yang tanpa wilayah pertambangan, secara otomatis terjadi moratorium izin pertambangan. UU juga memerintahkan Pemerintah untuk merevisi isi Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) supaya disesuaikan dengan UU Minerba.

 

Yang jelas UU ini masih ada kelemahannya. Semua pihak berharap empat PP yang akan dibuat oleh pemerintah nantinya bisa mengakomodir kepentingan semua pihak.

 

We can not make everybody happy but at least we have to build the common objectives for all purpose, ujar Purnomo ketika mengakhiri pidatonya.

Masalah pertambangan mineral dan batu bara (minerba) selama ini menjadi isu klasik yang tak pernah selesai. Mulai dari persoalan tumpang tindih wilayah Kuasa Pertambangan (KP) sampai masalah transfer pricing. Salah satu penyebabnya adalah regulasi dan kebijakan yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

 

Selama 42 tahun pertambangan minerba diatur oleh UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Produk regulasi zaman orde baru itu kini dianggap sudah tidak sesuai lagi. Gema revisi terhadap peraturan pertambangan pun mulai diwacanakan.

 

Tentu tidak mudah bagi regulator membuat sebuah peraturan pertambangan yang sempurna. Banyak kepentingan di dalamnya. Mulai dari pemerintah sendiri, pelaku bisnis pertambangan, masyarakat dan stakeholder lainnya. Kepentingan mereka semua harus diakomodir. Bisa jadi karena masalahnya kompleks, pembahasan UU Minerba menjadi alot. Setidaknya pembahasan UU ini mandeg di DPR sekitar 10 tahun.

Halaman Selanjutnya:
Tags: