“Usul perpanjangan masa kepresiden ini dengan cara membongkar UUD, sungguh tidak mempertimbangkan kehancuran lebih jauh dari rencana-rencana perbaikan demokrasi bangsa,” ujar mantan anggota DPR periode 2014-2019 itu.
Koordinator Presidium Demokrasiana Institute, Zaenal Abidin Riam menolak wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden menjadi tiga periode. Menurutnya membuka peluang lebih dari 2 periode masa jabatan presiden, sama halnya membuka ruang lahirnya otoritarianisme yang justru berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi.
Dia menilai wacana presiden tiga periode adalah kemunduran besar, bahkan musibah bagi demokrasi. Sebab, syarat utama demokrasi yang sehat adalah pembatasan masa jabatan yang telah ditetapkan dalam konstitusi. Namun masa jabatan presiden lebih dari dua periode malah bakal berujung melanggengkan kekuasaan tanpa regenerasi kepemimpinan.
“Menambah masa jabatan presiden tanpa dasar yang kuat sama saja memaksa konstitusi tunduk pada ambisi kekuasaan,” katanya.
Pria yang juga pengamat Kebijakan Publik berpendapat, dalih jabatan presiden tiga periode dibutuhkan untuk keberlanjutan pembangunan ekonomi adalah alasan yang keliru. Semestinya yang dilakukan membuat haluan pembangunan ekonomi nasional untuk jangka panjang. Setidaknya mengharuskan setiap presiden terpilih menyesuaikan kebijakan ekonominya dengan haluan pembangunan ekonomi nasional tersebut.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menduga adanya kepentingan lain dari para pimpinan partai politik yang mengharapkan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Dengan begitu, para pimpinan partai tersebut jelas menghianati reformasi.
Ujang menilai, hanya kekuatan rakyat yang mampu membentuk jalannya skenario perpanjangan mas ajabatan presiden. Dia berharap rakyat bersatu menolak dan melawan usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Karenanya, rakyat tak boleh berharap pada para pimpinan partai yang mengkhianati amanah rakyat.