Menurut Fahri Bachmid, Pemakzulan Presiden Sangat Kompleks dan Tidak Mudah
Pojok PERADI

Menurut Fahri Bachmid, Pemakzulan Presiden Sangat Kompleks dan Tidak Mudah

Permintaan Denny Indrayana dapat dilihat sebagai sebuah aspirasi politik kepada lembaga DPR yang tentunya mempunyai kewenangan konstitusional untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah proses pemakzulan kepada seorang kepala negara.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan DPN Peradi, Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. Foto: istimewa.
Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan DPN Peradi, Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. Foto: istimewa.

Meski terdapat rumusan hukumnya, pada hakikatnya, pemakzulan (impeachment) kepada presiden dan/atau wakil presiden amat kompleks dan tidak mudah. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan DPN Peradi, sekaligus Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H.; merespons surat Denny Indrayana kepada DPR terkait permintaan pemakzulan Presiden Joko Widodo karena dinilai bakal tidak netral dalam Pemilu Serentak 2024. Menurutnya, permintaan Denny Indrayana dapat dilihat sebagai sebuah aspirasi politik kepada lembaga DPR yang tentunya mempunyai kewenangan konstitusional untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah proses pemakzulan kepada seorang kepala negara.

 

Sebagaimana amanat Pasal 7A UUD NRI tahun 1945 yang mengatur bahwa, "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.

 

"Tentunya DPR jika berkehendak untuk melakukan pemakzulan kepada presiden dan/atau wakil presiden,  pastinya dengan mendasari serta berpijak pada kewenangan konstitusional berupa melakukan pengawasan dengan mengunakan beberapa instrumen haknya, di antaranya adalah hak angket atau hak menyatakan pendapat untuk menyelidiki potensi pelanggaran konstitusi tersebut,” kata Fahri Bachmid.

 

Selanjutnya, jika memang terbukti ada fakta-fakta yuridis terkait dugaan pelanggaran hukum, dapat dilakukan proses impeachment dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan Pasal 7B UUD 1945. Rumusannya sendiri berupa, "Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden".

 

Pemakzulan Presiden Amat Kompleks

Fahri menjelaskan, langkah konstitusional memakzulkan presiden atau wakil presiden pada dasarnya sengaja dibuat berat dan rumit dengan melibatkan tiga lembaga negara, yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi (MK), serta MPR. Dengan demikian, secara akademik, dapat dikatakan bahwa pemakzulan atau impeachment adalah ‘extraordinary political event’ di dalam sistem presidensial.

 

Hampir semua konstitusi negara mengatur permasalahan ‘pemakzulan’ sebagai sebuah mekanisme yang legal dan efektif untuk mengawasi tindakan-tindakan pemerintah di dalam menjalankan konstitusi. Tujuannya, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power/detournement de pouvoir) dan tetap berada pada koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip rule of law.

 

"Hal ini sejalan dengan prinsip serta kaidah pemerintahan sistem presidensial, yang mana tekanannya agar seorang kepala negara hanya boleh diberhentikan dengan alasan hukum, dan tidak boleh dengan sangkaan secara politis. Apalagi jika melihat konfigurasi politik yang ada di parlemen saat ini, kelihatannya tidak mudah. Secara hukum desain kelembagaan impeachment juga sengaja dibuat agar tidak mudah seorang kepala negara di jatuhkan," ujar Fahri Bachmid.

Tags:

Berita Terkait