Menyoal Batasan Hukum Penggeledahan Kantor Advokat
Pojok PERADI

Menyoal Batasan Hukum Penggeledahan Kantor Advokat

Perlu dibentuk aturan bersama antara unsur advokat, kepolisian, kejaksaan, KPK dan pengadilan yang mengatur code of conduct penggeledahan kantor advokat.

Oleh:
CR-25
Bacaan 2 Menit
Chandra M. Hamzah ( Mantan Komisioner KPK) kiri, Thomas Tampubolon (Sekjen DPN Peradi) kedua kiri dan Muhammad Ismak (Ketua Umum DPP AAI) kanan, saat menjadi pembicara di acara diskusi terbatas di Jakarta, Kamis (31/1). Acara diskusi yang diadakan oleh hukumonline dan bekerjasama dengan Asosiasi Advoat Indonesia (AAI) tersebut mengambil tema Imunitas Advokat dan Risiko Obstruction of Justice. Foto: RES
Chandra M. Hamzah ( Mantan Komisioner KPK) kiri, Thomas Tampubolon (Sekjen DPN Peradi) kedua kiri dan Muhammad Ismak (Ketua Umum DPP AAI) kanan, saat menjadi pembicara di acara diskusi terbatas di Jakarta, Kamis (31/1). Acara diskusi yang diadakan oleh hukumonline dan bekerjasama dengan Asosiasi Advoat Indonesia (AAI) tersebut mengambil tema Imunitas Advokat dan Risiko Obstruction of Justice. Foto: RES

Beberapa advokat mungkin pernah mengalami penggeledahan kantornya oleh pihak berwajib. Terakhir yang masih hangat dalam ingatan adalah penggeledahan oleh KPK terhadap kantor advokat Yunadi & Associates, yang merupakan kantor advokat milik Fredrich Yunadi. Bukan tanpa alasan, pihak berwajib sudah pasti mencari barang bukti berupa dokumen terkait kasus yang tengah diselidiki. Namun, tindakan tersebut justru menjadi kekhawatiran tersendiri bagi advokat.

 

Terlepas dari nama kantor advokat di atas, salah satu yang dikhawatirkan oleh mayoritas advokat atas tindakan itu adalah terbongkarnya dokumen rahasia klien yang tidak ada sangkut pautnya dengan kasus yang sedang ditangani pihak berwajib. Bila hal itu terjadi, maka dapat dikatakan bahwa penegak hukum telah sewenang-wenang dalam melaksanakan tugasnya (abuse of power).

 

Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Muhammad Ismak, dalam acara diskusi terbatas yang diselenggarakan Hukumonline-AAI dengan tema “Imunitas Advokat dan Obstruction of Justice”, di kantor hukumonline, Rabu (31/1).

 

Dalam pasal 19 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan bahkan sampai pada bentuk perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.

 

Sebaliknya, ketika terjadi suatu pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan yang dilakukan advokat, demi kelancaran proses penyidikan maka penegak hukum berwenang untuk memeriksa berkas perkara yang dimiliki advokat sebagai barang bukti kejahatan.

 

Pasal 19

(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

(2) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.

 

Ismak menegaskan bahwa pihak berwajib seharusnya memikirkan bagaimana code of conduct dalam menggeledah kantor advokat. Soalnya, dokumen klien sangat berkaitan dengan karier seorang advokat. “Kalau penegak hukum bisa bebas tanpa adanya batasan tertentu dalam menggeledah kantor advokat, justru bisa mematikan karier para advokat,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait