Menyoal Kejelasan Aturan Main dalam Aliran Data Lintas Batas
Terbaru

Menyoal Kejelasan Aturan Main dalam Aliran Data Lintas Batas

Kebijakan lokalisasi data tidak selamanya efektif mengingat kebijakan ini membutuhkan sumber daya dan biaya yang cukup besar bagi perusahaan yang belum terlalu scale-up.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya.
Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya.

Penggunaan data digital semakin fundamental dalam aktivitas bisnis secara global. Hal ini memungkinkan terjadinya perpindahan serta pertukaran data antar negara. Bentuk-bentuk data antara lain informasi transaksi pada e-commerce, identitas konsumen dan informasi lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi.

Dalam kondisi tersebut, ternyata aturan main terkait aliran data lintas batas atau cross border data flow masih belum jelas. “Meskipun Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berulang kali menyatakan komitmennya untuk memungkinkan aliran data lintas batas, sejauh mana upayanya masih belum jelas,” jelas Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya, Kamis (4/1).

Trissia melanjutkan, United Nations Conference on Trade and Development mengidentifikasi Indonesia sebagai negara dengan pendekatan terbatas pada aliran data lintas batas dalam laporan tahun 2021. Status ini tentu tidak bisa dilepaskan dari undang-undang lokalisasi data di Indonesia.

Baca Juga:

Alih-alih melakukan lokalisasi data, Indonesia dapat mengadopsi peraturan yang mengklasifikasikan dan memperlakukan data berdasarkan risiko. Pendekatan semacam itu dapat membantu mengatasi masalah perlindungan dan keamanan data, khususnya data yang sangat sensitif yang membawa risiko keamanan nasional, sambil tetap memungkinkan Indonesia memperoleh manfaat dari nilai ekonomi data.

Kebijakan lokalisasi data tidak selamanya efektif mengingat kebijakan ini membutuhkan sumber daya dan biaya yang cukup besar bagi perusahaan yang belum terlalu scale-up. Sumber daya dan biaya tambahan ini tentu dapat memunculkan keengganan mereka untuk memasuki Indonesia.

Meskipun UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang baru saja disahkan telah mengidentifikasi beberapa kategori data, seperti data pribadi dan data pribadi sensitif, undang-undang tersebut masih membutuhkan mekanisme yang lebih jelas, serta peraturan turunan, pada jenis data yang berbeda.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait