Menyoal Pembentukan Tim Pemburu Koruptor, Efektifkah?
Berita

Menyoal Pembentukan Tim Pemburu Koruptor, Efektifkah?

Pemerintah semestinya belajar dari kegagalan TPK sebelumnya dalam mengejar buron dan pengembalian aset. Kalaupun tetap dibentuk, TPK harus jelas mekanisme, sasaran, dan target yang terukur.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Mahfud mengklaim InpresPembentukan TPK pun sudah dikantonginya. Yang pasti, TPK tak akan mengambil peran dan tugas KPK sebagai lembaga independen yang melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan korupsi. “Yang diburu KPK tentu nanti dikoordinasikan tersendiri. KPK mungkin sudah punya langkah-langkah sendiri, tetapi kami koordinasikan,” katanya.

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD ingin menghidupkan lagi Tim Pemburu Koruptor (TPK) yang akan bertugas mengejar pada pelaku tindak pidana korupsi yang hingga kini masih buron. Tim itu akan dipimpin oleh Kemenkopolhukan yang beranggotakan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham.

Berdasarkan catatan ICW, TPK pernah dibentuk pemerintah pada tahun 2002. Data ICW menunjukkan, pasca delapan tahun dibentuk, faktanya tim ini hanya berhasil menangkap buronan dari 16 target penangkapan. Selain itu, evaluasi terhadap tim ini juga tidak pernah dipublikasikan oleh pemerintah.

Sejak 1996-2018, terdapat 40 buronan kasus korupsi yang belum dapat ditangkap oleh penegak hukum. Artinya, yang harus diperkuat dalam hal ini adalah aparat penegak hukumnya. ICW menilai kebijakan untuk membuat tim baru malah berpotensi tumpang tindih dari segi kewenangan. Karena itu, ICW menilai pengaktifan TPK tidak akan efektif.

Hukumonline mencatat ada sejumlah nama yang pernah dijadikan target perburuan TPK. Diantaranya Samadikun Hartono, buronan dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekitar Rp2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern, menyusul krisis finansial 1998 yang ditangkap pada 2016 lalu.

Kemudian Sudjiono Timan (kasus korupsi Badan Pembinaan Usaha Negara/BPUI); Eko Edi Putranto (adik kandung Hendra Rahardja, terpidana 20 tahun kasus korupsi BLBI Bank Harapan Sentosa/BHS Rp2,6 triliun); Sherny Kojongian (terpidana 20 tahun kasus BLBI BHS); Lesmana Basuki (mantan bos Sejahtera Bank Umum, kasus korupsi promissory notes dan medium term notes/MTN Rp209 miliar dan AS$ 105 juta); dan Tony Suherman (kasus korupsi promissory notes dan medium termnotes/MNT Rp209 miliar dan AS$105 juta).

Selain itu, Bambang Sutrisno (kasus BLBI Bank Surya Rp1,5 triliun); Andrian Kiki Ariawan (kasus BLBI Bank Surya Rp1,5 triliun); Dharmono K Lawi (anggota DPR, kasus korupsi APBD Rp10,5 miliar); David Nusa Wijaya; dan dan Tabrani Ismail (kasus korupsi Balongan). Hingga saat ini yang berhasil ditangkap adalah David Nusa Wijaya, Darmono K. Lawi, Thabrani Ismail, dan Adrian Kiki Ariawan. Selain terpidana, ada 11 tersangka yang kini menjadi incaran kepolisian.

Joko Tjandra, terpidana kasus Cessie Bank Bali yang baru saja membuat heboh masyarakat karena masuk Indonesia tanpa terdeteksi imigrasi dan membuat KTP serta mengajukan sendiri Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga pernah menjadi target TPK. Namun hingga kini Joko masih bebas berkeliaran, bahkan terkesan bebas keluar masuk Indonesia, meskipun menurut Kejaksaan Agung ia merupakan buronan. 

Tags:

Berita Terkait