Menyoal Penanganan Barang Bukti Elektronik dalam Perkara Korupsi
Utama

Menyoal Penanganan Barang Bukti Elektronik dalam Perkara Korupsi

Pemanfaatan bukti elektronik untuk mengungkap suatu kejahatan terus mengalami peningkatan. Namun, masih sering dipertanyakan mengenai prosedur penanganan, cara menjaga kerahasiaan, kaitan dengan perkara lain, dan proses eksekusi dari bukti elektronik itu.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Untuk memenuhi kebutuhan itu, sambung Hafni, pihaknya terus mengembangkan sumber daya manusia maupun perlengkapan penanganan bukti elektronik di LBBE KPK. Termasuk dengan memberikan pelatihan secara rutin kepada Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum KPK untuk bisa menangani bukti elektronik sejak pertama.

“Terbaru, pada 2022, LBBE KPK memenuhi kualifikasi ISO 17025, yang diakui kapasitasnya dalam penanganan bukti elektronik secara internasional, mulai dari penanganan pertama bukti elektronik, akuisisi data, recovery data, analisa untuk pendapat ahli, hingga sterilisasi data,” ujar Hafni.

Hafni-pun menjelaskan, pihaknya selalu menjaga integritas bukti elektronik yang ditanganinya, mulai dari penanganan di lokasi kejadian perkara, eksaminasi, analisis, bahkan hingga persidangan. 

“Pihak yang mengakses hasil analisis pun hanya penegak hukum yang memiliki Surat Perintah Penyidikan saja,” ujar Hafni.

Kemudian, Ahli Pusat Laboratorium Forensik Polri Hery Priyanto menyatakan bahwa prinsip dasar penanganan bukti elektronik yaitu integritas data, personel yang kompeten, hasil yang dapat diaudit, dan patuh hukum.

“Maka dari itu, kita selalu lakukan dokumentasi melalui Chain of Custody demi memastikan hasil bukti elektronik terjaga integritasnya. Kita juga selalu meminta ada Berita Acara Sita dan Berita Acara Bungkus dari barang bukti elektronik yang akan dilakukan penanganan,” ujar Hery.

Lebih lanjut, Anggota Pusat Laboratorium Forensik Digital Kejaksaan RI Irwan Purwanto menyebut pihaknya menangani bukti elektronik melalui forensik digital mengacu pada pedoman dari National Institute of Standards and Technology (NIST).

“Kita menangani forensic digital dari seluruh Kejaksaan di Indonesia. Banyak bukti elektronik yang kita tangani, minimal 5 device, paling banyak kita pernah 350 device,” ujar Irwan.

Perlu dipahami, bukti elektronik merupakan salah satu jenis bukti yang diakui di Indonesia. Berdasarkan Pasal 26A Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukti elektronik merupakan alat bukti lain diakui dalam hukum acara di Indonesia. 

Dengan demikian, keberadaannya memiliki peran penting sebagai dasar hakim menjatuhkan putusan perkara korupsi, sesuai dengan Pasal 183 KUHAP.

Tags:

Berita Terkait