Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
Berita

Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris BUMN

Polemik rangkap jabatan dipicu oleh regulasi yang membuka peluang lebih longgar untuk pengabaian etika. Staf Khusus Menteri BUMN menyatakan bahwa posisi komisaris perusahaan negara yang diisi oleh sosok dari kementerian atau lembaga merupakan hal wajar.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

Namun, Aziz menjelaskan jika rangkap jabatan memang tidak diatur dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) karena mengatur PT secara umum. Hanya saja hal itu berlaku selama tidak ada larangan pembatasan di UU lain. “Kalau ada yang melanggar, ya sanksinya pembebasan dari salah satu jabatan,” pungkasnya.

Hal yang sama diungkapkan peneliti HAM dan sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie. Dia menilai adaya jenderal dan perwira tinggi dari TNI dan Polri sebagai Komisaris BUMN tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri. 

Pasal 47 ayat (1) UU TNI mengamanatkan Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Begitu pun Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Pasal 28 ayat (3) ini mengamanatkan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Menurut Iksan, berdasarkan kedua ketentuan di atas harusnya perwira tinggi dan jenderal aktif tidak menjabat sebagai komisaris maupun direksi perusahaan BUMN yang merupakan jangan sipil. “Jabatan di BUMN juga tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang boleh diduduki prajurit TNI aktif pada pasal 47 ayat (2),” ujar Ikhsan kepada hukumonline, Minggu (14/6) lalu.

Ikhsan menegaskan jabatan sipil yang dikecualikan sehingga bisa dijabat oleh perwira tinggi maupun jenderal adalah jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara. Selain itu juga terdapat sejumlah jabatan di kantor Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

Hal Wajar

Menanggapi catatan Ombudsman, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga menyampaikan bahwa posisi komisaris perusahaan negara yang diisi oleh sosok dari kementerian atau lembaga merupakan hal wajar.

"Kita kan tahu BUMN dimiliki pemerintah. Pemerintah sebagai pemegang saham pasti menempatkan perwakilannya untuk menempati posisi komisaris di BUMN, maka wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang paham masalah teknis di perusahaan itu," ujar Arya, seperti dilansir Antara, Minggu (28/6).

Tags:

Berita Terkait