Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
Berita

Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris BUMN

Polemik rangkap jabatan dipicu oleh regulasi yang membuka peluang lebih longgar untuk pengabaian etika. Staf Khusus Menteri BUMN menyatakan bahwa posisi komisaris perusahaan negara yang diisi oleh sosok dari kementerian atau lembaga merupakan hal wajar.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

Menurut Arya, pemerintah sebagai pemegang saham BUMN berhak menempatkan orangnya dalam rangka mengawasi kinerja perusahaan. "Jadi sangat wajar kalau dari kementerian atau lembaga juga yang menempati posisi komisaris, yang mewakili kepentingan pemegang saham ya dari pemerintah. Itu logika umum, dimana-mana juga pastinya harus ada mewakili, kalau nggak siapa yang mewakili pemerintah dalam perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah itu kalau bukan dari unsur pemerintah," katanya.

Ia menyampaikan, larangan rangkap jabatan bagi PNS adalah larangan untuk menjabat satu jabatan strukrural dengan jabatan struktural lainnya dan/atau dengan jabatan fungsional dan pada Kementerian/Lembaga bukan jabatan di BUMN serta larangan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

"Sesuai regulasi maka Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas dan Direksi bukan termasuk jabatan yang masuk dalam kriteria jabatan struktural dan/atau jabatan fungsional dari Pegawai Negeri Sipil," paparnya.

Ia menambahkan terkait aspek benturan kepentingan dewan komisaris adalah yang dapat merugikan BUMN. Apabila perbedaan itu tidak menimbulkan kerugian pada BUMN maka bukan benturan kepentingan. Arya juga menjawab soal adanya rangkap penghasilan. Menurutnya, penghasilan yang diterima komisaris berbentuk honorarium dan bukan gaji.

"Kalau ada ASN yang ditugaskan untuk tugas-tugas tertentu maka ada tambahan honorarium bagi pejabat tersebut," katanya. (ANT)

Tags:

Berita Terkait