Menyoal Sejumlah Aturan dalam RUU Kesehatan
Terbaru

Menyoal Sejumlah Aturan dalam RUU Kesehatan

Mulai meaningful partisipation, memisahkan organisasi profesi dengan kolegium, hingga memastikan asas prinsip kemanusiaan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto (tengah) bersama narasumber lain saat saat konferensi pers menyikapi RUU Kesehatan di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/1/2023). Foto: RFQ
Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto (tengah) bersama narasumber lain saat saat konferensi pers menyikapi RUU Kesehatan di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/1/2023). Foto: RFQ

DPR tak boleh abai terhadap sejumlah pemangku kepentingan dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law. Rancangan aturan tersebut secara umum ditolak oleh seluruh kalangan organisasi profesi tenaga kesehatan, tak terkecuali Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto berpandangan draf RUU Kesehatan yang tersebar di publik adanya aturan Konsil kedokteran Indonesia. Nah, Konsil Tenaga Kesehatan merupakan badan independen yang menjadi regulator yang berada di bawah presiden. Tapi dalam draf RUU Kesehatan malah ‘turun derajat’ menjadi di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Selain itu, tidak konsistennya penggunaan metode omnibus law dalam RUU Kesehatan. Sebab terdapat sebagian UU eksisting yang dicabut. Seperti UU yang mengatur profesi, praktik kedokteran, perawat, hingga bidan. Menurutnya, di banyak negara di dunia memiliki UU sektoral di bidang kesehatan. Seperti UU yang mengatur profesi kedokteran, hingga keperawatan.

“Tapi dengan omnibus law ini akan dicabut semua. Sehingga praktis tidak ada UU keprofesian, ini yang kami menolak hal itu,” ujar Slamet Budiarto di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/1/2023).

Baca Juga:

Selain itu, adanya indikasi organisasi profesi dipecah-belah. Seperti halnya di profesi kedokteran hanya terdapat IDI. Begitu pula di keperawatan hanya terdapat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), serta profesi apoteker hanya terdapat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Tapi, ada klausul yang dimungkinkan dapat memecah belah organisasi profesi tenaga kesehatan.

Baginya, pelibatan organisasi profesi kesehatan dan kemasyarakatan semestinya mengedepankan prinsip partisipasi bermakna sebagaimana amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 91/PUU/XVIII/2020. Pembentuk UU dalam menyusun RUU Kesehatan terkesan terburu-buru. Padahal ada hak publik yang mesti ditunaikan pembentuk UU yakni hak untuk di dengar pendapatnya, dipertimbangkan, dan mendapat penjelasan.

Tags:

Berita Terkait