Menyoal Tantangan Pendataan Pelanggaran Kebebasan Berkesenian
Terbaru

Menyoal Tantangan Pendataan Pelanggaran Kebebasan Berkesenian

Sebagai negara anggota konvensi Unesco 2005 pemerintah Indonesia tidak melaporkan kondisi kebebasan berkesenian dalam laporan tahun 2016 dan 2020 dengan alasan tidak punya data.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Dari kiri ke kanan: Koordinator Jaringan Koalisi Seni Oming Putri (baju hitam), Perwakilan Sindikasi Iksan Raharjo dalam sebuah FGD Kebebasan Berkesenian, Rabu (08/03/2023). Foto: Ady
Dari kiri ke kanan: Koordinator Jaringan Koalisi Seni Oming Putri (baju hitam), Perwakilan Sindikasi Iksan Raharjo dalam sebuah FGD Kebebasan Berkesenian, Rabu (08/03/2023). Foto: Ady

Indonesia memiliki beragam seni dan budaya yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Hal itu tak lepas dari karakter masyarakat Indonesia yang majemuk. Sebagai upaya memajukan dan melindungi budaya di Indonesia, pemerintah sejak 2012 telah meratifikasi Konvensi United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization(UNESCO) 2005 tentang Perlindungan dan Promosi Keberagaman Ekspresi Budaya. Salah satu poin utama konvensi adalah kebebasan berkesenian adalah salah satu pilar HAM.

Koordinator Jaringan Koalisi Seni Oming Putri, mengatakan sebagai negara anggota, Indonesia wajib melaporkan kondisi kebebasan berkesenian melalui laporan periodik 4 tahunan. Berbagai organisasi masyarakat sipil dan individu yang tergabung dalam Koalisi Seni mencatat dalam laporan tahun 2016 dan 2020 pemerintah Indonesia tidak melaporkan kondisi kebebasan berkesenian dengan dalih tak punya data.

Padahal, dari pemantauan Koalisi Seni setidaknya terjadi 45 pelanggaran terhadap kebebasan berkesenian. Tahun 2021 misalnya, koalisi menemukan 48 kasus pelanggaran baru, dan 39 kasus diantaranya terjadi karena alasan pandemi. Dalih alasan kesehatan masyarakat menjadi cara baru membubarkan acara seni.

Oleh karena itu penting untuk mendorong mekanisme pendataan terhadap pelanggaran kebebasan berkesenian. Dalam rangka menjaring masukan terkait pendataan koalisi menggelar focus group discussion (FGD) Kedua dengan tema ‘Tantangan Pendataan Pelanggaran Kebebasan Berkesenian’, Rabu (08/03/2023).

Baca juga:

Oming menilai, penting untuk mendata berbagai kasus pelanggaran kebebasan berkesenian. Diharapkan pada saat laporan kebebasan berkesenian kepada UNESCO yang selanjutnya akan berlangsung 2024 nanti sudah ada data tentang bagaimana kondisi kebebasan berkesenian di Indonesia.

“Jadi perlu pemantauan kebebasan berkesenian melalui peran masing-masing,” katanya.

Perwakilan Purple Code Collective Eni Puji Utami, membeberkan pengalamannya menangani pengaduan kekerasan gender berbasis online (KBGO). Dalam menerima dan menangani pengaduan dilakukan melalui pembentukan gugus tugas yang bisa memberikan pendampingan secara psikososial dan sebagian berlatarbelakang advokat.

Tags:

Berita Terkait