Menyoroti Celah Korupsi dalam Ekploitasi Sumber Daya Alam
Terbaru

Menyoroti Celah Korupsi dalam Ekploitasi Sumber Daya Alam

KPK bersama tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) sedang mendorong penetapan luas kawasan hutan di Indonesia. Nantinya dari Batasan tersebut, negara bisa menghitung dengan rigid berapa total kekayaan dari hutan yang dimiliki.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Menyoroti Celah Korupsi dalam Ekploitasi Sumber Daya Alam
Hukumonline

Potensi kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia melimpah ruah sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Sayangnya, kekayaan ini tidak dimanfaatkan dengan baik dan justru menjadi bahan bancakan oknum-oknum tidak bertanggung jawab dengan mengeksploitasinya habis-habisan.

Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Herda Helmijaya menjelaskan akibat pengelolaan yang buruk, sumber daya alam menjadi salah satu sektor yang rawan terjadi korupsi. Sebabnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki satu peta luas dan batas hutan (one map). Akibatnya, hutan yang seharusnya dilindungi dan dijaga kealamiannya beralih fungsi menjadi perkebunan-perkebunan industri di lahan yang tidak seharusnya.

“Kita selalu merasa kaya akan sumber daya alam tapi kita tidak tahu berapa besarnya. Waktu masih punya merasa tidak memiliki, pas hilang baru dihitung kok rugi besar,” kata Herda, Selasa (26/7).

Baca Juga:

Oleh karenanya, KPK bersama tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) sedang mendorong penetapan luas kawasan hutan di Indonesia. Nantinya dari Batasan tersebut, negara bisa menghitung dengan rigid berapa total kekayaan dari hutan yang dimiliki. Sehingga, dengan kepastian hukum tersebut izin alih fungsi lahan dan total kerugian negara akan terhitung dengan baik.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi luas kawasan hutan di Indonesia adalah 125.797.052 Ha. Hingga tahun 2020, penetapan kawasan hutan sudah mencapai 89.192.477 Ha dan 36.624.544 Ha sisanya sedang dalam proses.

Data KLHK tahun 2020 memperlihatkan telah terjadi ketimpangan penguasaan Kawasan hutan. Pihak swasta menguasai 98,53%, masyarakat lokal 1,35% dan kepentingan umum 0,12%. Banyak ditemukan, alih fungsi hutan menjadi perkebunan dilakukan secara illegal. Yakni dengan modus konspirasi antara pemegang kekuasaan dengan pengelola sumber daya alam, sehingga terjadi permufakatan jahat melalui praktik-praktik korupsi dalam ekspansi perkebunan.

Herda mengatakan dengan kepastian luas kawasan hutan dan kekayaan yang dimilikinya maka akan mempermudah proses pengusutan perkara tindak pidana korupsi. Dimana selama ini hal yang paling menyulitkan ialah menghitung kerugian negara akibat korupsi tersebut.  Selama ini KPK menggunakan cara konservatif dari jumlah tegakan yang berada di lapangan.

Misalnya, KPK menghitung berapa banyak kayu gelondongan yang tergeletak, tumbang, dan tidak tumbang. Jumlah tersebut akan dikonversi dengan daftar harga dari kementerian terkait. Sayangnya, angka tersebut masih di bawah nilai kerugian sesungguhnya.

Tags:

Berita Terkait