Menyoroti Fenomena Degradasi Demokrasi di Indonesia
Terbaru

Menyoroti Fenomena Degradasi Demokrasi di Indonesia

Kasus-kasus kriminalisasi tidak hanya menimpa masyarakat secara umum, tapi juga menimpa jurnalis hingga akademisi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
The Asian Foundation melalui program MaJu, melaksanakan Konferensi melalui zoom dan live youtube crcs yang bertajuk Akses pada Keadilan dan Kewargaan: Dinamika Advokasi bagi Kelompok Rentan di Indonesia. Jakarta, Selasa (24/8_. Foto: RES
The Asian Foundation melalui program MaJu, melaksanakan Konferensi melalui zoom dan live youtube crcs yang bertajuk Akses pada Keadilan dan Kewargaan: Dinamika Advokasi bagi Kelompok Rentan di Indonesia. Jakarta, Selasa (24/8_. Foto: RES

Kebebasan berpendapat masyarakat pada ruang publik konvensional dan digital menjadi sorotan berbagai pihak sedekade terakhir. Berbagai kasus kriminalisasi masyarakat yang menyampaikan aspirasi dan kritik rentan terjadi. Kasus-kasus kriminalisasi tidak hanya menimpa masyarakat secara umum, tapi juga menimpa jurnalis hingga akademisi. Berbagai pihak menilai kondisi ini menandakan semakin terjadi penurunan dalam demokrasi Indonesia.

“Indonesia ada stagnasi malah kemunduran (demokrasi) walaupun tidak sebesar beberapa negara lain seperti India, Brazil, Filipina dan Myanmar. Setelah 5-10 tahun terakhir ada stagnasi, boleh dikatakan Indonesia arahnya mau ke mana? Apa demokrasi atau otoritarian?” ungkap Chief of Party MADANI, Hans Antlov, dalam webinar “Arah dan Tantangan Demokrasi dan Masyarakat Sipil”, Selasa (24/8).

Hans menyampaikan justru perkembangan positif demokrasi terjadi di daerah tingkat kabupaten dan kota. Menurutnya, terdapat kerja sama antara pemerintah daerah dengan swasta serta organisasi sosial sipil atau civil society organization (CSO) untuk meningkatkan pemahaman demokrasi.

Hukumonline.com

Chief of Party MADANI, Hans Antlov.

Dia juga menyampaikan penting terjadi diskriminasi pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu tidak hanya minoritas tapi juga mayoritas. Contoh bentuk diskriminasi tersebut dirasakan masyarakat dalam pelayanan publik. Hans menilai diskriminasi ini muncul akibat semakin sempitnya ruang.

Semakin menurunya demokrasi ini diperparah dengan daya tahan CSO yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Berbagai CSO mengalami permasalahan internal seperti kaderisasi hingga pendanaan. (Baca: 3 Indikasi Penyempitan Ruang Kebebasan Sipil di Indonesia)

Sementara itu, Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dan Deputi Direktur Public Virtue Research Institute, Anita Wahid, menyampaikan tindakan anti-demokrasi turut terjadi pada ruang digital. Berbagai kecanggihan teknologi digunakan untuk menekan pihak-pihak yang ingin menyampaikan kritik dan aspirasi melalui internet. Penggunaan buzzer, influencer, hoaks, manipulasi media massa, bots dan microtargeting menjadi hal yang marak terjadi.

Selain itu, penyerangan siber juga terjadi pada pihak-pihak yang kritis terahadap pemerintah. Dia juga menyoroti media massa populer dikuasasi pengusaha-pengusaha besar yang terafiliasi dengan partai politik. Sementara medi massa yang kritis mengalami penekanan dalam kinerja jurnalistiknya.

Tags:

Berita Terkait