Menyoroti Isi Perpres 112/2022 untuk Mengurangi Ketergantungan PLTU Batubara
Terbaru

Menyoroti Isi Perpres 112/2022 untuk Mengurangi Ketergantungan PLTU Batubara

Isi dari Perpres dinilai justru menimbulkan berbagai persoalan yang kontradiksi dengan upaya menuju pada target Net Zero Emission pada 2060.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Seperti dikutip dari situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan (EBT) KESDM, Dadan Kusdiana menerangkan dengan perkembangan teknologi saat ini, PLTU yang menggunakan batubara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka perlu penghentian dalam pembangunan pembangkit baru. Namun, kebijakan tersebut tidak mengakibatkan perekonomian terganggu.

Menurut Dadan, pembangunan pembangkit saat ini dan masa mendatang akan mengarah ke green industry, secara ekonomi akan menjadi lebih baik, atau dalam jangka mikronya tidak akan mengurangi apa yang diperlukan sekarang. "Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang," ungkap Dadan yang saat ini juga menjadi pelaksana tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.

Berdasarkan Perpres 112 tahun 2022 bahwa pembangunan pembangkit listrik akan dilakukan secara selektif dan pembangunan pembangkit bersumber dari EBT ditargetkan berjalan beriringan Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini atau bagi PLTU yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.

2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan.

3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.

Penghentian dan pembangunan PLTU secara selektif merupakan salah satu program untuk memenuhi komitmen penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% di ahun 2030, atau bisa lebih tinggi dengan kerja sama dengan pihak internasional, serta mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.

Terkait penentuan tarif yang ditentukan dalam Perpres berdasar pada nilai keekonomian. Prinsip yang berjalan sekarang, yaitu patokan BPP yang berlaku di wilayah tersebut. Dadan mengungkapkan, Pemerintah berusaha mengkombinasikan seluruh sumber EBT supaya bisa dimanfaatkan di tanah air agar EBT menjadi sumber energi utama khususnya pembangkit listrik di dalam negeri.

Tags:

Berita Terkait