Menyoroti Ragam Pengaduan Konsumen Saat Pandemi Covid-19
Berita

Menyoroti Ragam Pengaduan Konsumen Saat Pandemi Covid-19

Permasalahan konsumen seperti alat kesehatan dan obat-obatan, tagihan listrik, jaringan internet hingga belanja daring atau online meningkat signifikan dibanding kondisi normal.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id

Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir setahun mengganggu kegiatan bisnis di Indonesia. Seluruh sektor usaha seperti pariwisata, transportasi hingga jasa keuangan terganggu bisnisnya sehingga pelayanan konsumen jadi tidak optimal. Kondisi ini tentunya merugikan masyarakat salah satu contoh permasalahan konsumen yang muncul saat pandemi seperti mahalnya harga masker, hand sanitizer, hingga lonjakan tagihan listrik rumah tangga saat pandemi.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat pengaduan konsumen mencapai 3.692 kasus selama 2020. Jumlah tersebut meningkat pesat dibandingkan 2019 yang mencapai 1.872 pengaduan. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menyatakan permasalahan baru konsumen bermunculan pandemi Covid-19. Permasalahan konsumen seperti alat kesehatan dan obat-obatan, tagihan listrik, jaringan internet hingga belanja daring atau online meningkat signifikan dibanding kondisi normal.

“Selama pandemi pada 3-4 bulan pertama banyak pengaduan terkait produk kesehatan, obat dan multivitamin. Meningkat pengaduannya karena harga seperti masker melambung, kelangkaan produk dan beredarnya produk-produk palsu.

Meski demikian, YLKI mencatat pengaduan terbesar masih sama dibandingkan periode sebelumnya. Terdapat lima terbesar pengaduan konsumen yaitu sektor jasa keuangan 33,5 persen, belanja online 12,7 persen, telekomunikasi 8,3 persen, kelistrikan 8,2 persen dan perumahan 5,7 persen.

“Selama 2020 menerima 3.692 kasus pengaduan, sepanjang tahun itu meningkat ada pengaduan kelompok dan individual. Harus dicermati, selama satu tahun karakter pengaduan masih sama dalam lima-tujuh tahun terakhir,” jelas Tulus. (Baca: Hadapi Perkembangan Inovasi Finansial, BI Revisi Ketentuan Perlindungan Konsumen)

Dia mengatakan munculnya pengaduan konsumen akibat masih belum optimalnya pengawasan dari regulator. Salah satu contohnya pengaduan konsumen sektor leasing atau sewa guna usaha. Sehingga, Tulus menyarankan agar pemerintah lebih optimal mengawasi pelaku usaha agar memberi perlindungan terhadap konsumen. “Pengaduan leasing sangat dominan, pemerintah janjikan relaksasi leasing tapi di lapangan sulit dieksekusi. PR itu pengawasan harus dioptimalkan terus khususnya jasa finansial begitu juga dari Kementerian Perdagangan, BPOM, Kementerian ESDM,” jelas Tulus.

Sementara itu, anggota Tim Pengaduan YLKI, Rio Priyambodo menjelaskan pengaduan konsumen tersebut ditindaklanjuti YLKI secara litigasi dan non-litigasi. Melalui upaya non-litigas, pihaknya mendesak, mengirimkan surat hingga melaporkan kepada regulator terhadap perusahaan yang diadukan. YLKI juga mengadakan dialog antara konsumen dengan pelaku usaha untuk klarifikasi sekaligus meminta pelaku usaha meningkatkan perlindungan konsumen saat pandemi. Secara litigasi, YLKI juga melakukan somasi terhadap Menteri Kesehatan berkaitan Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau.

Tags:

Berita Terkait