Menyoroti Risiko Serangan Siber pada Sektor Jasa Keuangan
Utama

Menyoroti Risiko Serangan Siber pada Sektor Jasa Keuangan

Langkah-langkah keamanan siber dapat meminimalisir kerugian jasa keuangan. Dalam kondisi 4.0 ini, teknologi informasi jadi kebutuhan mendasar.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Berdasarkan data X-Force Threat Intelligence Index 2022, IBM Security, serangan siber yang terjadi pada 10 besar industri di 2021 sebanyak 22,4% terjadi pada industri keuangan dan asuransi atau menduduki peringkat kedua setelah industri manufaktur (23,2%). Jika dirinci terdapat 70% serangan yang ditujukan kepada perbankan, 16% perusahaan asuransi, dan 14% sektor keuangan lainnya.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I, Djustini Septiana, memaparkan dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka pemahaman akan insiden serangan keamanan siber dan bagaimana respons tepat yang perlu dilakukan para pelaku SJK, sebagai upaya penanggulangannya, diperlukan untuk meminimalisasi risiko kerugian finansial yang ditimbulkan dari serangan tersebut.       

“Langkah-langkah keamanan siber dapat meminimalisir kerugian jasa keuangan. Dalam kondisi 4.0 ini, teknologi informasi jadi kebutuhan mendasar. Digitalisasi meruntuhkan batas negara, ruang dan waktu. Namun, potensi kejahatan dunia maya meningkat, terlebih kebocoran data kependudukan beberapa waktu lalu yang harus diwaspdai. Untuk itu, OJK akan membuat kebijakan yang berorientasi pada mitigasi risiko serangan siber,” jelas Djustini.

Setidaknya terdapat beberapa Peraturan OJK yang berhubungan keamanan siber, seperti POJK Nomor 38 Tahun 2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum yang diubah dalam POJK 13/2020, POJK 13/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan dan POJK 4/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi.

Tags:

Berita Terkait