Meraba Potensi TPPU di Industri Fintech
Waspada Fintech Ilegal

Meraba Potensi TPPU di Industri Fintech

Industri apa pun yang berbasis teknologi digital memang akan sangat rentan dijadikan sarana pencucian uang bilamana fungsi kontrol pemerintah tak berjalan dengan baik.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Bila merujuk definisi PJK pada Pasal 1 ayat (4) Perka PPATK No. PER-09/1.02.2/PPATK/09/12 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai Bagi Nasabah Penyedia Jasa Keuangan, memang P2P Lending tak dimasukkan dalam kategori PJK yang diwajibkan untuk lapor TKM berdasarkan Perka PPATK  a quo, baru entitas fintech payment gateway yang diatur. Kendati belum ada kewajiban P2P sebagai pelapor, tetap tak ada halangan bagi masyarakat untuk melapor ke PPATK.

 

“Kalau nasabah itu bermasalah bisa langsung saja lapor ke PPATK, karena PPATK itu juga punya sistem yang namanya whistle blower. Masyarakat disitu bisa email ke kpk dan ppatk,” jelas Dewi.

 

Hukumonline.com

 

Saat dikonfirmasi, Kepala PPATK Ki Agus Ahmad Badaruddin menyebut pihaknya masih dalam proses pengkajian terkait kewajiban pelaporan TKM oleh fintech P2P Lending kepada PPATK. “Belum ada pengaturan soal tkm ke ppatk. Sejauh ini masih dalam proses pengkajian dan pembahasan,” ungkapnya dalam pesan singkat kepada hukumonline, Senin, (25/3).

 

Fintech Ilegal Sarang TPPU/TPPT?

Untuk diketahui, Indonesia melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga kini telah memberhentikan operasional sebanyak 803 entitas fintech ilegal. Sejauh ini, Dewi juga menyebut sanksi yang didapatkan fintech ilegal memang terbatas pada penghentian aktifitas perusahaan seperti pemblokiran yang bekerjasama dengan Kementrian Informasi dan Komunikasi (Kominfo).

 

Sedangkan Amerika Serikat (AS) bahkan tak segan-segan mengambil tindakan hukum terhadap entitas fintech yang tak patuh terhadap ketentuan federal Anti Money Laundering (AML). Tindakan tersebut diambil melalui otoritas pemeriksa keuangan AS, the Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) yang berada dibawah Departemen Keuangan.

 

Fintech pertama yang disebut harus berhadapan dengan penegakan hukum AML AS berupa denda senilai US$ 700 ribu, yakni Ripple Labs. Ripple Labs kala itu menjalankan kegiatannya tanpa terdaftar secara legal. Begitu tegasnya hukum AS memberikan sanksi terhadap fintech ilegal selaras dengan tingginya kesadaran otoritas AS akan bahayanya peredaran dana hasil pencucian uang di industri fintech. Bila terdaftar, jelas akan mempermudah FinCEN dalam mendeteksi sumber serta aliran dana masuk dan keluar, sehingga mata rantai peredaran uang hasil TPPU dapat diputus dengan mudah.

 

Pakar TPPU, Yenti Ganarsih menyebut industri apapun yang berbasis teknologi digital memang akan sangat rentan dijadikan sarana pencucian uang bilamana fungsi kontrol pemerintah tak berjalan dengan baik. Dalam politik hukum anti pencucian uang, mestinya semua kegiatan usaha yang bisa menghimpun dana dan memasukkan modal harus diterapkan kewajiban pelaporan. Jika secara teknis transfer dana itu dilakukan melalui bank, mestinya bank secara otomatis berkewajiban untuk melaporkan transaksi tersebut kepada PPATK jika nilai transaksi diatas Rp 500 juta.

Tags:

Berita Terkait