Mewujudkan ‘Teknologi untuk Keadilan’ Melalui SIMSI 2.0
Keterbukaan Informasi:

Mewujudkan ‘Teknologi untuk Keadilan’ Melalui SIMSI 2.0

Komisi Informasi Pusat meluncurkan sistem informasi manajemen penanganan perkara sengketa. Banyak tantangan yang akan dihadapi.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Meskipun bukan lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung, Komisi Informasi akan menghadapi persoalan yang sama karena tugas utama komisi ini adalah menyelesaikan sengketa informasi publik antara pemohon dengan badan publik. Jika salah satu pihak keberatan atas putusan Komisi Informasi, sengketa informasi itu akan berujung ke pengadilan.

(Baca juga: Pelayanan Informasi Putusan Pengadilan Bagi Masyarakat Umum).

Asas penyelesaian sengketa

Memanfaatkan teknologi untuk keadilan itu pada dasarnya selaras dengan prinsip penyelesaian sengketa informasi. Sama seperti di pengadilan, penyelesaian sengketa informasi itu tunduk pada asas cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Ada batas-batas waktu tertentu yang harus dipenuhi para pihak. Pasal 38 ayat (2) UU Keterbukaan Informasi Publik menegaskan sengketa informasi diselesaikan paling lambat dalam waktu 100 hari kerja.

Penyelesaian sengketa informasi sesuai asas cepat, sederhana dan biaya ringan itulah yang selama ini dihadapi Komisi Informasi. Selama ini ada problem bagi mereka yang jauh dari kedudukan Komisi Informasi Provinsi atau Komisi Informasi Pusat. SIMSI akan memudahkan para pemohon mengakses, mengajukan permohonan, dan mengikuti perkembangan perkaranya. “Justru di situlah tantangannya bagi KIP,” kata Gede Narayana.

Aplikasi SIMSI ini, kata Gede, merupakan bentuk komitmen Komisi Informasi untuk lebih memudahkan penyelesaian sengketa informasi, dan memudahkan akses bagi para pihak. Berdasarkan pengalaman di pengadilan, Syarifuddin juga percaya penggunaan teknologi seperti SIMSI akan memberikan manfaat bagi Komisi Informasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya ke depan. “Investasi di bidang teknologi informasi memberikan kontribusi terhadap kinerja dan produktivitas suatu organisasi,” ujar Wakil Ketua MA Bidang Yudisial itu.

Banyak tantangan yang harus dihadapi. Tetapi tantangan yang tak kalah pentingnya diantisipasi Komisi Informasi adalah aspek sumber daya manusia yang mengoperasikan dan merawat sistem aplikasi ini. Tanpa kejelasan operasionalisasi aplikasi ini sehari-hari, tujuan merintis teknologi untuk keadilan sulit tercapai. Sebaliknya jika kemajuan teknologi itu berhasil dimanfaatkan untuk membuka akses keadilan, integritas para pemangku kepentingan dalam penyelesaian sengketa informasi terbangun. Bahkan, Reiling percaya pemanfaatan teknologi dapat mencegah praktik korupsi di lingkungan peradilan.

Kini, operasionalisasi SIMSI 2.0 sangat bergantung pada Komisi Informasi Pusat.

Tags:

Berita Terkait