Minyak Goreng Masih Langka, Ini Opsi yang Ditawarkan Ombudsman
Terbaru

Minyak Goreng Masih Langka, Ini Opsi yang Ditawarkan Ombudsman

Apabila harga minyak goreng kemasan premium dan sederhana diserahkan sesuai mekanisme pasar, maka para produsen akan bersaing sehingga menutup celah bagi spekulan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Meskipun Ombudsman menawarkan opsi HET hanya untuk minyak goreng curah, namun kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) tetap diberlakukan untuk menjamin ketersediaan minyak goreng domestik. DMO adalah kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik bagi perusahaan atau kontraktor minyak CPO dalam negeri.

Berdasarkan hasil pemantauan Ombudsman, dugaan penyebab kelangkaan minyak goreng di antaranya adalah perbedaan data DMO yang dilaporkan dengan realisasinya, kebijakan DMO tanpa diikuti oleh mempertemukan eksportir CPO atau olahannya dengan produsen minyak goreng, masih ditemukan panic buying,  serta dugaan adanya aktivitas rumah tangga atau pelaku usaha UMKM meningkatkan stok minyak goreng sebagai respons terhadap belum adanya jaminan ketersediaan minyak goreng, terlebih lagi menghadapi puasa dan hari raya.

Ombudsman juga menyoroti gagalnya fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah dalam mengendalikan harga. "Fungsi pengawasan akan sulit dilakukan apabila masih terjadi disparitas harga. Alih-alih memperlancar ketersediaan minyak goreng, stok minyak goreng malah langka. Ombudsman RI meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan mengenai HET, DMO dan DPO," tegasnya.

Yeka mengatakan Ombudsman berencana meningkatkan status dari pemantauan menjadi pemeriksaan atas prakarsa sendiri terhadap permasalahan minyak goreng ini. "Kita akan uji apakah terjadi potensi maladministrasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah terkait minyak goreng. Jika ada, Ombudsman akan menyampaikan tindakan korektif apa saja yang perlu dilakukan pemerintah," ujar Yeka.

Hasil pemantauan Ombudsman sendiri hingga 14 Maret 2022 di 274 pasar, Yeka mengatakan terjadi perubahan karakter pasar, dimana untuk pasar modern, ritel modern, ritel tradisional seiring dengan berjalannya waktu semakin patuh terhadap ketentuan HET meskipun lambat. Pasar modern dari sebelumnya (22 Februari 2022) 69,85% menjadi 78,94% (14 Maret 2022), adapun ritel modern dari 57,14% menjadi 74,19% dan ritel tradisional dari 10,19% menjadi 16,67%. Kondisi terbalik pada pasar tradisional sebagai pasar paling banyak konsumen ternyata semakin menurun tingkat kepatuhannya terhadap HET dari sebelumnya 12,82% menjadi 4,25%.

Adapun besaran harga berdasarkan data per 22 Februari 2022, harga rata-rata minyak curah di ritel tradisional Rp.15.500. Adapun rata-rata minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp. 16.000, dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp.20.500. Harga perwilayah dapat dicontohkan wilayah Sumatera berkisar antara Rp.13.650 - Rp. 25.100, harga rata-rata tertinggi terjadi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu minyak premium di pasar tradisional yang berkisar pada harga rata-rata Rp 32.000.

Besaran harga berdasarkan data per 14 Maret 2022 relatif stabil sesuai harga HET, namun untuk Kalimantan terdapat harga dengan rata-rata tertinggi sebesar Rp. 36.250, di ritel tradisional untuk minyak jenis premium.

Tags:

Berita Terkait