Mitigasi Risiko Harus Jadi Perhatian Kolaborasi Channeling Bank dengan Fintech
Berita

Mitigasi Risiko Harus Jadi Perhatian Kolaborasi Channeling Bank dengan Fintech

Kolaborasi bank dengan fintech ini dapat dilakukan melalui skema channeling agen, sehingga bank berperan sebagai lender atau pemberi pinjaman dan fintech akan melanjutkan dana tersebut kepada nasabah.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Foto: RES
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Foto: RES

Kehadiran financial technology (fintech) peer to peer lending sebagai alternatif layanan jasa keuangan awalnya dianggap kompetitor perbankan. Melalui penggunaan teknlogi serta kemudahan persyaratan menjadikan fintech mampu mengakses pasar lebih luas dibandingkan bank. Namun, keduanya ternyata bisa saling bersinergi karena bank memiliki potensi permodalan yang lebih kuat dibanding fintech.

Kolaborasi bank dengan fintech ini dapat dilakukan melalui skema channeling agen, sehingga bank berperan sebagai lender atau pemberi pinjaman dan fintech akan melanjutkan dana tersebut kepada nasabah. Chanelling ini dibutuhkan karena perbankan tidak dapat langsung menyalurkan pinjaman tersebut akibat berbagai faktor seperti nasabah unbankable hingga keterbatasan akses pasar.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan skema channeling sedang meningkat saat ini. Kondisi geografis Indonesia yang kepulauan, masih besarnya masyarakat unbankable hingga penetrasi internet menyebabkan skema kerja sama tersebut semakin diperlukan. (Baca: Ini Rincian Kebijakan OJK pada Sektor Jasa Keuangan dalam Pemulihan Ekonomi)

“Kerjasama perbankan dan peer to peer lending lagi marak-maraknya. Indonesia ini unik beda dengan negara lain karena island country, banyak masyarakat tinggal di rural area sehingga akses pembiayaan yang sulit dijangkau financial services atau lembaga keuangan biasa, lalu banyak kelas menengah dan middle income, banyak unbankable, serta penetrasi internet sebesar 67 persen dan smartphone 60 persen,” jelas Wimboh dalam acara “Perspektif Hukum Kredit Perbankan yang Melakukan Pembiayaan Bersama (Chanelling) dengan Perusahaan Fintech di Masa Pandemi Covid-19, Jumat (26/2).

Wimboh menekankan kerja sama tersebut harus diimbangi berbagai mitigasi risiko karena terdapat perbedaan perspektif antara industri bank dengan fintech. Dia mengatakan harus ada kesamaan level dalam pemanfaatan teknologi antara kedua pihak sehingga tidak terjadi permasalahan komunikasi. Kemudian, kedua pihak juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian meski skala nilai pinjaman kecil.

Dia juga menekankan agar ada kolaborasi antara bank dan fintech dalam penanganan kredit bermasalah. Serta, menerapkan prinsip perlindungan konsumen. Dari sisi regulasi, Wimboh menjelaskan pihaknya mendukung kolaborasi tersebut dengan menyiapkan regulasi yang mendorong inovasi dan menerapkan prinsip kehati-hatian.

Wimboh juga menyoroti perlunya peningkatan kualitas pengurus dan perbaikan tata kelola serta manajemen risiko perusahaan fintech. Menurutnya, sertifikasi bagi pengurus perusahaan fintech sangat penting karena saat ini belum terukur kualitasnya. Kemudian, dia juga menginstruksikan agar perusahaan fintech mengevaluasi kualitas nasabahnya atau credit scoring serta menerapkan perlindungan konsumen.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait