MK: Aturan Peralihan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan Inkonstitusional
Terbaru

MK: Aturan Peralihan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan Inkonstitusional

Permohonan para pemohon ini beralasan menurut hukum.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Mahkamah Konstitusi (MK) pun membatalkan berlakunya Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) terkait rencana pemerintah bakal mengalihkan PT Asuransi Sosial Angkata Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada 2029. Dalam putusannya, MK menyatakan kedua pasal bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.    

“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 6/PUU-XVIII/2020 di ruang sidang, Kamis (30/9/2021), seperti dilansir laman MK. 

Permohonan ini diajukan oleh Mayjen TNI (Purn) Endang Hairudin; Laksamana TNI (Purn) M. Dwi Purnomo; Marsma TNI (Purn) Adis Banjere; dan Kolonel TNI (Purn) Ir. Adieli Hulu. Mereka menganggap hak konstitusionalnya akan dirugikan karena ada potensi penurunan manfaat program jika dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, mereka selama ini telah menikmati manfaat prima yang diberikan oleh PT Asabri.

Bagi para pemoho, Asabri bentuk wujud keadilan pemerintah atas perlindungan jaminan sosial yang memadai bagi TNI dan Polri sehubungan dengan risiko kematian (gugur atau tewas) dalam melaksanakan tugas. Ketentuan penyelenggaraan program Asabri ini dilakukan terpisah dari asuransi PNS yang diatur PP No.44 Tahun 1971 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata. (Baca Juga: Aturan Peralihan Asabri ke BPJS Tak Rugikan Purnawirawan)

Menurutnya, asuransi sosial yang spesifik dan data pribadi peserta baik prajurit TNI maupun Polri harus dijaga kerahasiaannya karena menyangkut profesi jabatan yang diemban. Sifat ketenagakerjaan prajurit TNI dan anggota Polri berbeda dengan sifat ketenagakerjaan yang diatur UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Seperti, jam kerja, lembur, upah, cuti, kebebasan berserikat. Karena itu, ketentuan Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan isu pokok permohonan pengujian mempunyai kesamaan dengan perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019. Dalam putusan MK, Nomor 72/PUU-XVII/2019 ini disebutkan, peleburan persero yang bergerak dalam penyelenggaraan jaminan sosial menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sesuai Pasal 57 dan Pasal 65 UU BPJS berlawanan atau tidak sejalan dengan pilihan kebijakan pembentuk UU saat membentuk UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004) yang menghendaki konsep banyak lembaga atau lembaga majemuk.

Menurut Mahkamah, konsep peralihan kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial ke dalam BPJS Ketenagakerjaan menyebabkan hilangnya entitas persero yang mengakibatkan munculnya ketidakpastian hukum dalam transformasi beberapa badan penyelenggara jaminan sosial yang telah ada sebelumnya yang masing-masing mempunyai karakter dan kekhususan yang berbeda-beda.

Tags:

Berita Terkait