MK: Pemberhentian Terpidana PNS Berkaitan Tindak Pidana Jabatan
Berita

MK: Pemberhentian Terpidana PNS Berkaitan Tindak Pidana Jabatan

Mahkamah menilai keberadaan frasa “dan/atau pidana umum” dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b telah menimbulkan ketidakpastian hukum serta membuka peluang lahirnya ketidakadilan yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (4) UU huruf b UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN terkait pemberhentian ASN. Dalam putusannya, MK menghapus frasa “dan/atau pidana umum” dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN karena bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, pemberhentian atau pemecatan ASN bisa dilakukan jika berhubungan dengan tindak pidana jabatan, seperti korupsi, suap. 

 

“Pasal 87 ayat (4) huruf b menjadi berbunyi ‘dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan’,” ujar Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan amar Putusan MK No. 87/PUU-XVI/2018 di ruang sidang MK, Kamis (25/4/2018).

 

Sebelumnya, seorang PNS asal Kepulauan Riau, Hendrik yang pernah menjadi terpidana mendalilkan penerapan kata “dapat” dalam Pasal 87 ayat (2) UU ASN bersifat subjektif dan menimbulkan sewenang-wenang pelaksana undang-undang. Menurut Pemohon, frasa “melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana” dalam Pasal 87 ayat (4) huruf d tidak memuat klasifikasi tindak pidana secara spesifik.

 

Hal tersebut dinilai Pemohon menimbulkan ketidakjelasan penerapan norma  tersebut. Karena itu, Pemohon menganggap seluruh norma diujikan pada dasarnya telah bertentangan dengan asas “Dapat Dilaksanakan”, “Kejelasan Rumusan”, “Keadilan”, “Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan”, dan “Kepastian dan Kepastian Hukum” dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. (Baca Juga: Ahli: Aturan Sanksi Pemberhentian ASN Mengandung Nilai Keadilan)

 

Hukumonline.com

 

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai keberadaan frasa “dan/atau tindak pidana umum” sebagai bagian tak terpisahkan dari norma Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN dan berkaitan dengan norma Pasal 87 ayat (2) yang menyatakan PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan tindak pidana yang dilakukan tidak berencana.

 

Bagi Mahkamah, jika norma Pasal 87 ayat (4) dihubungkan dengan Pasal 87 ayat (2) UU ASN, maka persoalan yang timbul oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), jika PNS melakukan tindak pidana umum yang dijatuhi pidana penjara dua tahun, apakah akan melakukan tindakan dengan memberlakukan Pasal 87 ayat (2) yaitu memberhentikan dengan hormat atau tidak memberhentikan sebagai PNS.

 

“Menimbulkan ketidakpastian hukum dan juga membuka peluang bagi pejabat Pembina kepegawaian untuk melakukan tindakan berbeda terhadap dua atau lebih bawahannya yang melakukan pelanggaran yang sama,” demikian pertimbangan Mahkamah.

Tags:

Berita Terkait