MK: Penambahan Kewenangan Jaksa Ajukan PK Inkonstitusional
Utama

MK: Penambahan Kewenangan Jaksa Ajukan PK Inkonstitusional

Secara substansi norma Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan telah memberikan tambahan kewenangan kepada Jaksa untuk mengajukan PK yang tidak sejalan dengan (pemaknaan) norma Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan Jaksa tidak berwenang mengajukan PK melainkan hanya terpidana atau ahli warisnya.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan kewenangan jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) dalam Pasal 30C huruf h UU No.11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI inkonstitusional alias bertentangan dengan konstitusi. Demikian bunyi amar atas pengujian Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan yang dimohonkan seorang Notaris Hartono, S.H., yang dibacakan pada Jum’at (14/4/2023).     

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU No.11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan amar Putusan MK No.20/PUU-XX/2023 di ruang sidang MK, Jum’at (14/4/2023).  

Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan berbunyi, “Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B, Kejaksaan: h. mengajukan Peninjauan Kembali."

Baca Juga:

Sebelumnya, melalui Tim Kuasa Hukumnya, Hartono menilai pasal itu bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan Putusan MK. Sebab, MK sudah pernah melarang jaksa mengajukan PK dalam Putusan MK No.33/PUU-XIV/2016. Namun, dalam UU Kejaksaan, kewenangan itu dihidupkan lagi melalui norma Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan itu. Dalam petitum permohonan, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma Pasal 263 ayat (1) KUHAP.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah mengutip pertimbangan hukum Perkara Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menegaskan Pasal 263 ayat (1) KUHAP adalah norma yang konstitusional sepanjang tidak dimaknai lain selain PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya (bukan oleh jaksa, red) dan tidak boleh diajukan terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum.

“Mahkamah menegaskan apabila ada pemaknaan yang berbeda terhadap norma Pasal 263 ayat (1) KUHAP tersebut justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang menjadikan norma tersebut inkonstitusional,” ujar Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul saat membacakan pertimbangan putusan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait